
Ahad, 6 Agustus 2009 diadakan kajian ilmiah dengan tema “Sudahkah Kita Sholat Subuh Tepat pada Waktunya?”. Acara menghadirkan pembicara Syaikh Mamduh Farhan al Buchairi” dari Mekkah Saudi Arabia. Beberapa bulan terakhir memang issu atau wacana soal waktu sholat shubuh, mulai mengemuka, baik dalam diskusi nyata maupu via dunia maya, di web resmi maupun blog dan juga FB serta lainnya. Saya juga sering ditanya, apa dan bagaimana yang harus kita lakukan…?
Dalam kaidah Ushul Fiqh, disebutkan bahwa semua urusan agama pada awalnya Haram, kecuali ada dalil yg memerintahkannya.
Sebaliknya dalam urusan dunia, semuanya Halal, kecuali ada dalil yang melarangnya.
Kaitannya waktu shubuh, maka semua hal harus ada dalil yg memerintahkannya. Perintah sholat shubuh adalah bila saatnya sudah masuk, yakni saat kita melihat fajar shodiq. Fajar yang menandai telah berlalunya waktu malam dan akan masuknya waktu siang.
Bila kesulitan mengatur Jadwal Waktu Sholat, berikut saya bantu lewat MS Excel di:
1. DUA FAJAR BERBEDA:
Kata kunci untuk waktu sholat shubuh adalah Fajar. Nah, menurut Rasululloh SAW –yang hidup di zaman yang belum secanggih kini pengetahuan astronomi ummat manusia–beliau sudah mewanti-wanti tentang adanya dua jenis fajar.
- Fajar Kadzib atau Fajar yang membohongi, alias fajar itu munculnya akan hilang lagi. Bahasa Astronominya Cahaya Zodiak / Zodiacal Light
- Fajar Shahih atau Fajar yang benar, karena fajar ini akan berlanjut kepada muncul atau terbitnya sang surya yakni matahari. Bahasa Astronominya Astronomical Twilight.
Berikut gambaran kedua fajar tersebut:
Fajar Kadzib/Zodiacal Light:

sumber: http://www.cloudbait.com/
Fajar Shadiq/Astronomical Twilight:

ICOP beberapa bulan terkahir juga sudah mulai merintis kampanye untuk ‘koreksi’ waktu sholat Shubuh ini melalui IFOC. Bahkan di ICOP, kampanye tidak sebatas waktu sholat Shubuh, namun juga waktu sholat Isyaa’. Waktu Isyaa’ dan Shubuh memang identik. Isyaa’ ditandai dengan posisi matahari sekitar -18° setelah sunset, sementara Shubuh ditandai dengan posisi matahari sekitar -18° sebelum sunrise.
Pesan terpenting dari IFOC, agar kita jangan gegabah dalam menyampaikan ralat waktu Shubuh, karena akan hal ini akan berdampak terhadap ratusan juta ummat Islam.
Kriteria ketinggian Matahari saat Isyaa dan Shubuh yang selama ini beredar di dunia ada bermacam2:
- Kriteria Standar mengambil sudut Isyaa = -18, dan Shubuh = -18°.
- Mesir mengambil sudut Isyaa = -17.5°, dan Shubuh = -19.5°.
- Masyarakat Islam Amerika Utara, sudut Isyaa = -15°, dan Shubuh = -15°.
- Liga Muslim Dunia, Isyaa = – 17°, dan Shubuh = -18°.
- Depag RI, Isyaa = -18°, dan Shubuh = -20°.
2. AWAL-AKHIR WAKTU SHOLAT:

Dari sudut pandang Fiqih waktu shalat fardhu seperti dinyatakan di dalam kitab-kitab fiqih adalah sebagi berikut :
Waktu Subuh Waktunya diawali saat Fajar Shadiq sampai matahari terbit (syuruk). Fajar Shadiq ialah terlihatnya cahaya putih yang melintang mengikut garis lintang ufuk di sebelah Timur akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer. Menjelang pagi hari, fajar ditandai dengan adanya cahaya samar yang menjulang tinggi (vertikal) di horizon Timur yang disebut Fajar Kadzib atau Fajar Semu yang terjadi akibat pantulan cahaya matahari oleh debu partikel antar planet yang terletak antara Bumi dan Mars . Beberapa menit kemudian cahaya ini seolah menyebar di cakrawala secara horizontal, dan inilah dinamakan Fajar Shadiq. Secara astronomis Subuh dimulai saat kedudukan matahari ( s° ) sebesar 18° di bawah horizon Timur sampai sebelum piringan atas matahari menyentuh horizon yang terlihat (ufuk Mar’i / visible horizon). Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria sudut s=20° dengan alasan kepekaan mata manusia lebih tinggi saat pagi hari karena perubahan terjadi dari gelap ke terang.
Waktu Zuhur Disebut juga waktu Istiwa (zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa juga dikenal dengan sebutan Tengah Hari (midday/noon). Pada saat Istiwa, mengerjakan ibadah shalat (baik wajib maupun sunnah) adalah haram. Waktu Zuhur tiba sesaat setelah Istiwa, yakni ketika matahari telah condong ke arah Barat. Waktu tengah hari dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma tertentu. Secara astronomis, waktu Zuhur dimulai ketika tepi piringan matahari telah keluar dari garis zenith, yakni garis yang menghubungkan antara pengamat dengan pusat letak matahari ketika berada di titik tertinggi (Istiwa). Secara teoretis, antara Istiwa dengan masuknya Zuhur ( z° ) membutuhkan waktu 2 menit, dan untuk faktor keamanan biasanya pada jadwal shalat waktu Zuhur adalah 4 menit setelah Istiwa terjadi atau z=1°.
Waktu Ashar Menurut Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali, waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Sementara Madzab Imam Hanafi mendefinisikan waktu Ashar jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Ashar dapat dihitung dengan algoritma tertentu yang menggunakan trigonometri tiga dimensi. Secara astronomis ketinggian matahari saat awal waktu Ashar dapat bervariasi tergantung posisi gerak tahunan matahari/gerak musim. Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria waktu Ashar adalah saat panjang bayangan = panjang benda + panjang bayangan saat istiwa. Dengan demikian besarnya sudut tinggi matahari waktu Ashar ( a° ) bervariasi dari hari ke hari.
Waktu Maghrib Diawali saat matahari terbenam di ufuk sampai hilangnya cahaya merah di langit Barat. Secara astronomis waktu maghrib dimulai saat seluruh piringan matahari masuk ke horizon yang terlihat (ufuk Mar’i / visible horizon) sampai waktu Isya yaitu saat kedudukan matahari sebesar i° di bawah horizon Barat. Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria sudut i=18° di bawah horison Barat.
Waktu ‘Isya Diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit Barat, hingga terbitnya Fajar Shiddiq di Langit Timur. Secara astronomis, waktu Isya merupakan kebalikan dari waktu Subuh yaitu dimulai saat kedudukan matahari sebesar i° di bawah horizon Barat sampai sebelum posisi matahari sebesar s° di bawah horizon Timur.
3. SOLUSI WAKTU SHUBUH KINI..?
Pertama, Dari FB Pak Thomas Djamaluddin:
Penentuan waktu shubuh diperlukan untuk penentuan awal shaum (puasa) dan shalat. Tentang waktu awal shaum disebutkan dalam Al-Quran, “… makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS 2:187). Sedangkan tentang awal waktu shubuh disebutkan di dalam hadits dari Abdullah bin Umar, “… dan waktu shalat shubuh sejak terbit fajar selama sebelum terbit matahari” (HR Muslim). Fajar yang bagaimana yang dimaksudkan tersebut? Hadits dari Jabir merincinya, “Fajar ada dua macam, pertama yang melarang makan, tetapi membolehkan shalat, yaitu yang terbit melintang di ufuk. Lainnya, fajar yang melarang shalat (shubuh), tetapi membolehkan makan, yaitu fajar seperti ekor srigala” (HR Hakim). Dalam fikih kita mengenalnya sebagai fajar shadiq (benar) dan fajar kidzib (palsu).
Para ulama ahli hisab dahulu sudah merumuskan definisi fajar shadiq dengan kriteria beragam, berdasarkan pengamatan dahulu, berkisar sekitar 17 – 20 derajat. Karena penentuan kriteria fajar tersebut merupakan produk ijtihadiyah, perbedaan seperti itu dianggap wajar saja. Di Indonesia, ijtihad yang digunakan adalah posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk, dengan landasan dalil syar’i dan astronomis yang dianggap kuat. Kriteria tersebut yang kini digunakan Departemen Agama RI untuk jadwal shalat yang beredar di masyarakat.
Lalu fajar shadiq seperti apakah yang dimaksud Rasulullah SAW? Dalam hadits dari Abu Mas’ud Al-Anshari disebutkan, “Rasulullah SAW shalat shubuh saat kelam pada akhir malam, kemudian pada kesempatan lain ketika hari mulai terang. Setelah itu shalat tetap dilakukan pada waktu gelap sampai beliau wafat, tidak pernah lagi pada waktu mulai terang.” (HR Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad yang shahih). Lebih lanjut hadits dari Aisyah, “Perempuan-perempuan mukmin ikut melakukan shalat fajar (shubuh) bersama Nabi SAW dengan menyelubungi badan mereka dengan kain. Setelah shalat mereka kembali ke rumah tanpa dikenal siapapun karena masih gelap.” (HR Jamaah).
Karena saat ini waktu-waktu shalat lebih banyak ditentukan berdasarkan jam, perlu diketahui kriteria astronomisnya yang menjelaskan fenomena fajar dalam dalil syar’i tersebut. Perlu penjelasan fenomena sesungguhnya fajar kidzib dan fajar shadiq. Kemudian perlu batasan kuantitatif yang dapat digunakan dalam formulasi perhitungan untuk diterjemahkan dalam rumus atau algoritma program komputer.
Fajar kidzib memang bukan fajar dalam pemahaman umum, yang secara astronomi disebut cahaya zodiak. Cahaya zodiak disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antarplanet yang tersebar di bidang ekliptika yang tampak di langit melintasi rangkaian zodiak (rangkaian rasi bintang yang tampaknya dilalui matahari). Oleh karenanya fajar kidzib tampak menjulur ke atas seperti ekor srigala, yang arahnya sesuai dengan arah ekliptika. Fajar kidzib muncul sebelum fajar shadiq ketika malam masih gelap.
Fajar shadiq adalah hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel di udara yang melingkupi bumi. Dalam bahasa Al-Quran fenomena itu diibaratkan dengan ungkapan “terang bagimu benang putih dari benang hitam”, yaitu peralihan dari gelap malam (hitam) menunju munculnya cahaya (putih). Dalam bahasa fisika hitam bermakna tidak ada cahaya yang dipancarkan, dan putih bermakna ada cahaya yang dipancarkan. Karena sumber cahaya itu dari matahari dan penghamburnya adalah udara, maka cahaya fajar melintang di sepanjang ufuk (horizon, kaki langit). Itu pertanda akhir malam, menjelang matahari terbit. Semakin matahari mendekati ufuk, semakin terang fajar shadiq. Jadi, batasan yang bisa digunakan adalah jarak matahari di bawah ufuk.
Secara astronomi, fajar (morning twilight) dibagi menjadi tiga: fajar astronomi, fajar nautika, dan fajar sipil. Fajar astronomi didefinisikan sebagai akhir malam, ketika cahaya bintang mulai meredup karena mulai munculnya hamburan cahaya matahari. Biasanya didefinisikan berdasarkan kurva cahaya, fajar astronomi ketika matahari berada sekitar 18 derajat di bawah ufuk. Fajar nautika adalah fajar yang menampakkan ufuk bagi para pelaut, pada saat matahari berada sekitar 12 derajat di bawah ufuk. Fajar sipil adalah fajar yang mulai menampakkan benda-benda di sekitar kita, pada saat matahari berada sekitar 6 derajat.
Fajar apakah sebagai pembatas awal shaum dan shalat shubuh? Dari hadits Aisyah disebutkan bahwa saat para perempuan mukmin pulang dari shalat shubuh berjamaah bersama Nabi SAW, mereka tidak dikenali karena masih gelap. Jadi, fajar shadiq bukanlah fajar sipil karena saat fajar sipil sudah cukup terang. Juga bukan fajar nautika karena seusai shalat pun masih gelap. Kalau demikian, fajar shadiq adalah fajar astronomi, saat akhir malam.
Apakah posisi matahari 18 derajat mutlak untuk fajar astronomi? Definisi posisi matahari ditentukan berdasarkan kurva cahaya langit yang tentunya berdasarkan kondisi rata-rata atmosfer. Dalam kondisi tertentu sangat mungkin fajar sudah muncul sebelum posisi matahari 18 di bawah ufuk, misalnya saat tebal atmosfer bertambah ketika aktivitas matahari meningkat atau saat kondisi komposisi udara tertentu – antara lain kandungan debu yang tinggi – sehingga cahaya matahari mampu dihamburkan oleh lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Akibatnya, walau posisi matahari masih kurang dari 18 derajat di bawah ufuk, cahaya fajar sudah tampak.
Kalau saat ini ada yang berpendapat bahwa waktu shubuh yang tercantum di dalam jadwal shalat dianggap terlalu cepat, hal itu disebabkan oleh dua hal: Pertama, ada yang berpendapat fajar shadiq ditentukan dengan kriteria fajar astronomis pada posisi matahari 18 derajat di bawah ufuk, karena beberapa program jadwal shalat di internet menggunakan kriteria tersebut, dengan perbedaan sekitar 8 menit. Kedua, ada yang berpendapat fajar shadiq bukanlah fajar astronomis, karena seharusnya fajarnya lebih terang, dengan perbedaan sekitar 24 menit. Pendapat seperti itu wajar saja dalam interpretasi ijtihadiyah.
Kedua, Observasi Saya:
Selama ini kita menggunakan jadwal waktu shubuh dengan sudut matahari sebesar -20°. Sudut ini adalah posisi atau letak Matahari di bawah ufuk timur. Sudut sebesar 20° ini adalah ijtihadnya seorang pawang falak dari Sumatera yakni Sa’aduddin Djambek. Selama ini kita belum pernah melakukan penelitian lewat observasi di lapangan.
Meminjam istilah pak Ma’rufin, sudut ini baru kesepakatan, dan hasil kerja keras pak Saadoe’din Djambek dalam memperkenalkan hisab awal waktu shalat. Angka-angka dari pak Djambek kalau mau ditelusuri lebih lanjut berasal dari sudut-sudut Matahari yang diperkenalkan Ibn Yunus di Mesir, pada 10 abad silam.
Ibn Yunus memang sudah memasukkan parameter meteorologis untuk awal waktu Shubuh-nya, namun kita harus melihat bahwa beliau melakukan studinya di Mesir, yang terletak di garis balik utara (GBU) 23,5° LU dan relatif kering (karena punya gurun pasir, meskipun di utara ada Laut Tengah).
Baru belakangan ini, di Indonesia, mulai ramai keinginan orang untuk melakukan Rukyah Fajar Shadiq. Maka mari kita kampanyekan sholat shubuh tepat waktu….Mari Rukyah Fajar …
Namun sebelumnya musti disepakati terlebih dahulu tentang metode dan definisi awal waktu Shubuh. Ada 3 usulan sejauh ini :
1. Awal Shubuh adalah saat bintang-bintang redup (segitiga bintang tertentu, konstelasi bintang tertentu) mulai menghilang –> seperti definisi dari ICOP
2. Awal Shubuh adalah saat terjadinya overlapping antara cahaya zodiak (fajar kadzib) dan cahaya fajar (fajar shadiq) –> usulan dari Pak Ma’rufin (RHI dan BHRD Kebumen)
3.Awal Shubuh adalah saat birunya langit mulai kelihatan, meskipun sedikit, demikian juga dengan bagian terkecil dari horizon timur. (Saya usulkan yang ini….)
Dari usulan pada kriteria no 3 ini, maka berikut:
Koleksi Fajar dari 5 file terakhir di bawah ini, saya rukyah di depan rumah (desa yg minimalis polusi cahaya):
Dari hasil rukyah fajar di atas, terlihat bahwa:
Fajar Shadiq baru mulai terlihat setelah sudut di atas -17°. Sebab kalau masih di sekitar 18°, warna langit masih terlalu gelap.
Jadi, kita sholat shubuh setelah posisi Matahari sekitar 17° di bawah ufuk, atau sekitar 12 menit lebih mundur dari jadwal kini yg memakai -20°.
|(-20°) – (-17°)| = 3° x 4 menit = 12 menit
Hasil riset di Timur Tengah, baik Mesir, Saudi, maupun lainnya menyebutkan angka rata-rata fajar shadiq baru terlihat pada saat matahari di posisi 14,6° di bawah ufuk timur.
Dari hasil riset ini, maka bila kita selama ini menggunakan jadwal waktu sholat berdasar kriteria posisi matahari di bawah ufuk 20° akan ada selisih :
20° – 15° = 5° x 4 menit = 20 menit.
Kalau kita ragu hasil saya yang 17° terhadap hasil yang 14,6°, maka silahkan ambil jalan tengah yakni 15°, atau 16°.
Alasan saya simpel, menurut kaidah fiqih:
1. Kalau kita ragu apakah fajar sudah muncul atau belum, lalu kita sholat, maka sholat kita tidak sah. Dan wajib mengulang.
2. Kalau kita ragu apakah fajar sudah muncul atau belum, lalu kita sahur (untuk puasa), maka sahur kita sah.
Kata Ibnu Abbas ” Kul maa Syakakta hatta yatabayyana laka “
Jadwal Waktu Sholat, bisa dibuat menggunakan Accurate Times nya Odeh, dengan setting shubuh dibuat manual yakni 17 degree, atau
Bila kesulitan mengatur Jadwal Waktu Sholat, berikut saya bantu lewat MS Excel di:
Download Materi Kajian Fajar Shadiq
last update: 8 okt 2009 @ 15:55 WIB
==
Video Soal-Jawab Waktu Shubuh di UNS:
Telaah Waktu Shubuh di Minomartani Ngaglik Sleman DIY:
Wa Alloh a’lam….
last update: 17 Maret 2012 @ 13:08 WIB
ust,,,,, sudah kah diadakan penglihatan untuk mengecek dan memastikan secara langsung dengan melihat fajar shodiq? kemudian dibandingkan dengan jadwal yang beredar sekarang. jadi untuk memastikan bahwa jadwal yang ada sekarang itu memang matahari sudah terbit(fajar shodiq) seperti dhohirnya hadits atau belum?
SukaSuka
Alhamdulillah dengan tulisan bapak ini dapat menjadi salah satu acuan bagi saya pak.
Hanya yang agak membingungkan, pada foto yang sudah terlihat biru langit dan jelasnya terlihat gunung disitu bapak memberi judul fajar shodiq (gak tahu itu pada berapa derajat ?) yang menurut anggapan saya foto itu yang menunjukkan waktu masuknya sholat subuh sesuai kriteria bapak. Kemudian bapak sebutkan kesimpulan bahwa di derajat -17 lah terlihat fajar shodiq. Sementara di hasil foto2 bapak derajat -17 itu gambarnya (khususnya gunung) masih gelap malah yang agak jelas adalah di derajat -15 dan -14. Mohon diperjelas kesimpulan dan data yang bapak tampilkan agar sesuai, terimakasih banyak atas perhatiannya, Jazakallahu khairan.
SukaSuka
Maaf ya pak, permulaan fajar bapak sebutkan adalah “setelah” -17, di derajat berapa tepatnya pak ? apakah 16, 15, atau 14.
Kalau saya perhatikan di -15 derajat baru terlihat adanya bayangan gunung sedangka di 16 dan 17 belum terlihat.
Mungkin bapak bisa menjelaskan.
Terimakasih atas tanggapan2 nya pak, Jazakallohu khoiran
SukaSuka
Bismillah, Alhamdulillah pak Ar saya sangat terkesan dengan jawaban bapak di bawah (mau balas disitu tapi tidak ada tempatnya), subhanallah semoga Allah Ta’ala membalas bapak dengan kebaikan yang banyak atas tanggapan tersebut. Saya insyaAllah setelah ini akan ikut dengan kesimpulan bapak. Memang dalam waktu dekat ini insyaAllah akan mencoba meru’yah fajar ditempat kami, walaupun saya tdk begitu yakin krn kami ini blm berpengalaman. Semoga pemerintah dan tim ahlinya dapat segera melakukan observasi fajar. Wassalamualaikum.
SukaSuka
salam,
saya Agus Suhanto, posting yg menarik 🙂 … lam kenal yee
SukaSuka
wedew, saya jadi bingung nih…..yg ptg solatnya sah kn pak AR?? 🙂
SukaSuka
Alhamdulillah, akhirnya pak AR memposting juga materi ini. Beberapa hari ini saya tunggu..
Karena pada dasarnya aturan islam mudah dipahami, maka kami juga ingin membuktikannya secara langsung. Kalau berkenan, mungkin pak AR bisa memposting mengenai bagaimana caranya berburu fajar kadzib dan shodiq. Karena pernah sekali kami lakukan di Parangkusumo, gagal total. Karena kami juga menyadari, bahwa di sebelah timur tertutup bukit. Tapi daripada tidak sama sekali.. Tadinya mau ke Borobudur, tapi ternyata baru dibuka jam 5 pagi. Dan kami masih punya rencana, untuk melakukan pengamatan kembali.
Sampai saat ini, setelah ikut Kajian Syaik Mamduh di Yogyakarta, saya berusaha shalat subuh sekitar 22 menit kemudian dari Jadwal Abadi, bukan RHI. Namun hal tersebut sulit untuk dilakukan di masjid pada saat ramadhan ini. Terakhir saya keliling, mendapatkan masjid yang berselisih sekitar 15 menit (karena telah baca postingan pak AR, jadi berani sholat dan tidak mengulang)
Ketika saya membaca hasil pemantauan pak AR di postingan Qiblati, bahwa terdapat selisih sekitar 10 – 15 menit dari jadwal, maka hasil tersebut juga saya sampaikan kepada kawan-kawan sebagai acuan toleransi waktu sholat. Kalau tidak mampu menambah 22 menit, paling tidak menambah 15 atau 10 menit. Tetapi yang saya belum tahu, selisih tersebut berdasar jadwal RHI atau jadwal abadi?
Mohon nasehat pencerahannya. Maturnuwun..
SukaSuka
Assalamu’alaikukm senang sekali berkenalan dengan bapak. maaf sebelumnya saya membaca artikel di halaman ini : http://www.icoproject.org/ifoc.html
Kiranya ini jadi salah satu rujukan ahli falak dalam menentukan sudut 18 setelah melalui observasi dengan mata telanjang sebelumnya. menurut mereka
1. Astronomical twillight dan
2. source of light/ligth polution sources
Adalah faktor terpenting yang musti diketahui dan dihindari sebelum melakukan observasi
sebagaimana kalimat di situs tersebut : ” observation must be done from a totally dark site, free from any source of light. So the observation cannot be done from cities, villages or any location close to light pollution sources”.
kiranya hal ini mendapat tanggapan dari bapak sebagaimana masalah ini jadi ramai di salah satu situs islam. akan tetapi sayang nya situs tersebut tidak menampilkan referensi alamat ini : http://www.icoproject.org/ifoc.html untuk mereka bantah.
Bahkan situs tersebut terus mendorong setiap orang untuk melakukan observasi pada setiap orang yang tidak setuju dengan cara observasi tim dari situs islam tersebut.
terakhir adalah tulisan salah seorang yang menghendaki adanya bukti fajar kadzib lantaran hal itu menunjukkan kalau tim situs islam tersbut tidaklah melihat fajar shodiq pada awal munculnya tapi beberapa saat setelah munculnya, lantaran kondisi gelap dalam observasi tim situs islam tersebut tidaklah “kurang” memperhatikan masalah polusi cahaya. padahal di situs http://www.icoproject.org/ifoc.html yang notabene adalah situs ahli falak mereka menemukan sudut 18 setahu saya itu melalui observasi dengan mata telanjang bukan dengan hisab. cuma kriteria gelap tim situs islam tersebut berbeda dengan kriteria gelap di situs http://www.icoproject.org/ifoc.html
bagaimana menanggapi hal ini?
SukaSuka
bagus…
SukaSuka
salam ‘alaik, ustadz
Alhamdulillah antum memposting materi ini, baarokallohu fiik. Semoga melengkapi khazanah ilmiyah kita sekalian sehingga bisa lebih pas dalam me”landingkan” nya.
Belakangan ini, sebagian saudara2 kita di sekitar wilayah “pertigaan Banjarnegoro” langsung mempraktekkan mengulangi sholat shubuh di rumah setelah berjama’ah di masjid…(konon demikianlah fatwanya ?) kami khawatir akan menambah deret kebingungan & beban ummat yang memang mayoritas belum tahu…
Kepada ikhwah sekalian yang selalu bersemangat mempraktekkan kebenaran, semoga menjadi kebaikan kita bersama dan memperberat timbangan kebaikan kita disisi Alloh…
salam ta’dzim
Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
Magelang
SukaSuka
Aslmkm
ustadz, bagaimana dengan informasi dalam makalah bahwa Saudi membentuk tim riset selama setahun untuk mengkaji masalah fajar dan hasilnya ditemukan bahwa rata2 fajar shadiq muncul pada 14 – 15 derajat. Apakah info ini valid?
SukaSuka
terimakasih pak atas postingannya. sangat bermanfaat. meski masih banyak kebingungan tentunya…
SukaSuka
assalamu’alikum…
akhi ana copy artikelnya….semoga bermanfaat bagi umat
jazakumullah khoiron
SukaSuka
jangan lupa ditulis sumbernya agar pembaca bisa mereferensi ke situs ini.
SukaSuka
akhi ana mau tanya:
1. apakah kondisi atmosfir mempengaruhi munculnya fajar shadiq?
2. siapakah penemu ilmu astronomi? barat ataukah islam duluan yang kemudian di adopsi oleh ilmuwan barat?
3.bukankah ulama’ yang bernama al biruni 1000an tahun yang lalu telah berijtihad tentang hal ini bahwa fajar shadiq adalah ketika matahari pada posisi 18 derajart di bawah ufuq?yang saya tanyakan apakah kondisi atmosfir sekarang dengan beberapa ratus tahun yang lalu berbeda sehingga memperlambat munculnya fajar shadiq? berkaitan dengan pertanyaan no. 1
4. apakah posisi matahari di bawah ufuk berbeda-beda pada saat fajar shadiq sesuai dengan letak geografis suatu wilayah.?
atas jawabannya saya ucapkan jazakumullah khoiron
SukaSuka
Blog anda OK dan unik Banget!. Submit tulisan anda di Kombes.Com Bookmarking, Agar member kami vote tulisan anda. Silakan submit/publish disini : http://bookmarking.kombes.com Semoga bisa lebih mempopulerkan blog/tulisan anda!
Kami akan sangat berterima kasih jika teman blogger memberikan sedikit review/tulisan tentang Kombes.Com Bookmarking pada blog ini.
Salam hormat
http://kombes.Com
SukaSuka
alhamdulillah … saya semakin mengerti…. kalo boleh saya ijin copas artikel ini di blog saya 🙂
SukaSuka
” bingung “…koq susah mudengnya ustadz.., harus bolak-balik baca..
saya copas saja ya…, boleh ustadz?
SukaSuka
saya kurang setuju kalo tempat lebih tinggi subuh lebih cepat. karena di tawangmangu, adzan subuh yang terdengar sesuai jadwal, ternyata masih gelap banget, karena justru terhalang oleh gunung. memang, di sarangan subuh lebih cepat, tetapi di tawangmangu kan beda.
SukaSuka
salm kenal mas pakar fisika….
kebetulan saya mengajar fisika untuk anak2 sekolah
Coba mas pakar fisika baca majalah qiblati secara lengkap mengenai fajar shodiq… (dimuat dalam 4 edisi kalau tidak salah)
mungkin agar melengkapi referensi mas pakar fisika
SukaSuka
Mas AR,
saya mau tanya yang dimaksud dengan salat subuh itu apakah ketika azan subuh atau pelaksanaan salat subuh. lalu
kalau saat ini azan subuh jam 04.03 lalu pelaksanaan salatnya / qomatnya 15 menit jadi jam 04.18 itu sudah masuk atau belum atau sebaliknya kalau azannya jam 04. 24 dan qomatnya 15 menit jadi 04.39 itu masuk waktu subuh atau malah salat molor alias kesed.
maksih atas jawabannya
SukaSuka
Jazakallah ustadz.
Saya memang mencari artikel ini utk komparasi dg QIBLATI.
Saya mendapatkan penjelasan dr Bapak saya (beliau alumni jur syariah, kerja di DEPAG). Namun memang lebih afdhal saya membacanya langsung.
Tapi, ust, yg saya bingungkan ustadz tdk sampai pada tahapan justifikasi benar/tdknya jadwal shalat sepanjang masa dr Depag. Gmn Ust?
SukaSuka
Assalamualakum…
Pak Ust. saya mau tanya….kenapa sebuah negara tidak mau merujuk kepada ulama yg ada di Mekkah untuk menentukan waktu Sholat , Ramadhan, dan Syawal? Sesungguhnya mereka adalah orang2 terpilih yang melindungi tanah haram ….apakah tidak diakui oleh para pakar agama di Indonesia atau gimana pak? Master standar Al-quran juga dari sana…kenapa kita malah menjauhklan diri dari mereka?dan kadang-kadang membuat suatu kegiatan ibadah yg kelihatannya baik didepan manusia, tetapi tidak ada contoh dari Rasulullah?
SukaSuka
Pak AR,
Saya awam tentang ilmu ini, tapi saya tsiqoh dengan para ahlinya termasuk Ustadz AR. Saya akan kopi paste dan ikutan kampanye melalui berbagai media, ya…. mohon izin.
Salam,
Choirul Asyhar
SukaSuka
Assalamu’alaikum warahamatullahi wabarakatuh
Semoga ALLAH ta’alaa memberi balasan yg baik kpd Antum atas usahanya meru’yah fajar. Ada beberapa komentar terhdp postingan Antum:
1. Kenapa mengusulkan definisi ” Awal Shubuh adalah saat birunya langit mulai kelihatan…”. Fajar lebih mudah dilihat kalo menggunakan Al Baqarah 187, krn birunya langit sangat tergantung kpd lokasi, musim, dan bersih tidaknya atmosfer.
2. Foto2nya sangat informatif. Tapi ketika menentukan 17 derajat, apakah Antum sudah memasukkan pengaruh lampu2 yg cukup terang di seb timur?? Fotonya kalo diperbesar (sy kebetulan pakai monitor LCD 21″) mengindikasikan fajar shadiq ‘dipercepat’.
Barakallahu fiik
SukaSuka
Saya sudah berhasil mengajak jamaah untuk mengikuti arah sesuai jam kiblat. Selanjutnya akan dimusyawarahkan waktu sholat shubuh tepat pada waktunya.
SukaSuka
Melihat foto yang diambil, saya kurang setuju dengan lokasi observasi yang sudah terkena polusi cahaya, karena itu akan mempengaruhi penglihatan dalam melihat fajar shodiq…
Jumhur ulama berpendapat bahwa fajar shodiq sudah dianggap ketika awal munculnya sinar fajar shodiq, meski tipis, asal bisa tertangkap dengan mata telanjang, dan itu tidak mengharuskan adanya suasana terang… karena sinar yang diibaratkan benang putih itu awalnya hanya menyinari tempatnya saja, lalu perlahan menyebar hingga matahari terbit… Jadi kriteria saat birunya langit mulai kelihatan sangat tidak sesuai dengan yang diutarakan oleh mayoritas ulama islam, wallohu a’lam…
Jika pada derajat -18 itu seperti foto yang diposting di atas, maka sebenarnya fajarnya sudah terbit sebelumnya, karena pada foto -18 itu, warna pada sawah sudah terlihat hijau, jika demikian, tentunya sinar fajar sudah menyebar di langit, dan jika sudah menyebar di langit, tentunya tidak bisa dikategorikan benang putih lagi, wallohu a’lam…
Kita juga harus hati dalam hal penentuan waktu subuh ini, karena menyangkut dua ibadah yang sangat agung, SHOLAT dan PUASA… Jika kita terlalu cepat dalam menentukan waktu fajar shodiq, sholat subuh kita tidak sah… sebaliknya jika kita terlalu lambat dalam menentukan waktu fajar shodiqnya, puasa kita jadi tidak sah… Intinya kita harus benar-benar hati dalam menyikapinya… wallohu a’lam…
Untuk lebih lanjut, coba anda klik link berikut, minimal sebagai pembanding pendapat kita…
http://addariny.wordpress.com/2009/09/16/siapa-yg-salah-kaprah-dlm-waktu-shubuh/
Kurang lebihnya saya mohon maaf… wassalam…
SukaSuka
afwan ustadz,
jazakumullohu khoir atas segala yang telah disumbangsihkan untuk umat Islam, dan untuk di addariny sangat disayangkan beliau belum pernah melihat sendiri hanya katanya-katanya.. mungkin karena itu abu dahyan menyalah-nyalahkan foto antum dengan argumen-argumen yang benar tapi tanpa fakta di lapangan.. jadi definisi fajarnya sangat jelas, benar tapi belum sempat melihat sendiri.. anehnya ya itu.. menyalahkan yang melihat…
wal afwu semoga Allah menjaga dan merahmati ustadz… dan semoga tidak menyurutkan langkah ustad untuk meneliti masalah ini.
SukaSuka
lanjutkan penelitian tentang fajar ust ? mari kita hidupkan sunnah sudah lama mati. akan banyak orang yang benar dan sah sholatnya setelah ada penjelasan dari rhi bahwa waktu sholat subuh kita ternyata mendahului waktunya.
SukaSuka
Assalamu’alaikum
ust Ar Insya’allah ada tabligh akbar di Sragen tentang fajar bersama Ust Agus Hasan Bashori Pimred Majalah Qiblati Tanggal 4 Oktober 2009 pagi. untuk lebih jelasnya ustad bisa hubungi Panitia +62271703699.
wassalam
SukaSuka
abu dahyan :
“Jika pada derajat -18 itu seperti foto yang diposting di atas, maka sebenarnya fajarnya sudah terbit sebelumnya, karena pada foto -18 itu, warna pada sawah sudah terlihat hijau, jika demikian, tentunya sinar fajar sudah menyebar di langit, dan jika sudah menyebar di langit, tentunya tidak bisa dikategorikan benang putih lagi, wallohu a’lam…”
Bukankah yang diambil itu adalah sudah melewati -18 ? Artinya antara -17? Berikut kutipannya dari Pak AR:
“Fajar Shadiq baru mulai terlihat setelah sudut di atas -17°. Sebab kalau masih di sekitar 18°, warna langit masih terlalu gelap.”
Tentang Addariny? Bukankah dia mendasarkan pada pendapat dan fakta di Saudi? Yang jelas pakai kriteria -18? Dan bukan di Indonesia yang -20? Lagi pula di sana iqomahnya hampir 30 menit kemudian.
Ini adalah keterangan dari USNO bahwa di bawah -18, maka tidak terlihat dan belum muncul cahaya fajar. The U.S. Naval Observatory (USNO) bahkan menegaskan:
“Astronomical twilight is defined to begin in the morning, and to end in the evening when the center of the Sun is geometrically 18 degrees below the horizon. Before the beginning of astronomical twilight in the morning and after the end of astronomical twilight in the evening the Sun DOES NOT contribute to sky illumination; for a considerable interval after the beginning of morning twilight and before the end of evening twilight, sky illumination is so faint that it is practically IMPERCEPTIBLE.” ( http://www.usno.navy.mil/USNO/astronomical-applications/astronomical-information-center/rise-set-twi-defs )
Karena memang -18 adalah awal muncul cahaya fajar. Jadi -20? Bener2 sulit dan belum tampak.
Fakta di lapangan juga menunjukkan seperti itu. Dan di antaranya, saya juga telah membuktikannya berkali-kali.
Ini juga didukung oleh tulisan DR. T. DJamaluddin :
“Apakah posisi matahari 18 derajat mutlak untuk fajar astronomi? Definisi posisi matahari ditentukan berdasarkan kurva cahaya langit yang tentunya berdasarkan kondisi rata-rata atmosfer. Dalam kondisi tertentu sangat mungkin fajar sudah muncul sebelum posisi matahari 18 di bawah ufuk, misalnya saat tebal atmosfer bertambah ketika aktivitas matahari meningkat atau saat kondisi komposisi udara tertentu – antara lain kandungan debu yang tinggi – sehingga cahaya matahari mampu dihamburkan oleh lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Akibatnya, walau posisi matahari masih kurang dari 18 derajat di bawah ufuk, cahaya fajar sudah tampak.” (Lihat tulisan Dr. T Djamaluddin di http://t-djamaluddin.spaces.live.com/ )
SukaSuka
Ternyata pada posisi lebih kecil dari pada (-18°), cahaya fajar belum muncul dan akan sulit terlihat hal ini karena kriteria (-18°) di bawah ufuk adalah ambang batas mulainya penampakan cahaya fajar kecuali bilamana terjadi kondisi tertentu dan oleh sebab tertentu.
Padahal di Indonesia, kriteria yang digunakan untuk Fajar Shodiq adalah posisi matahari (-20°) di bawah ufuk di mana cahaya fajar semakin sulit terlihat bahkan juga belum muncul. Penetapan kriteria ini jauh lebih dini dan lebih cepat dari pada negara-negara lain di dunia yang menetapkan kriteria Fajar Shadiq pada posisi antara (-18°) hingga (-15°). Akibatnya waktu shalat Shubuh di Indonesia menjadi lebih cepat dan lebih dini antara 8 menit hingga 24 menit dari kriteria Fajar Shadiq yang ditetapkan masyarakat internasional.
Pernyataan Dr. T. Djamaluddin secara metode perhitungan (hisab) ternyata diperkuat oleh puluhan observasi (rukyat) lapangan, baik dari Qiblati sendiri dan yang selainnya.
(Hasil sebagian observasi beserta foto-foto dapat dilihat pada: http://id.qiblati.com/forum/id/6 , Majalah Qiblati edisi 08 -12 th IV, edisi 01-02 th V).
SukaSuka
Kalau ada yang menyalahkan Qiblati, rata-rata koq malah langsung menuduh tanpa ia sendiri berusaha membuktikannya?
Kalau perkaranya hanya dikatakan ini adalah urusan pemerintah, lalu mengapa mereka (para pembantah itu) justru ikut juga mengkampanyekan bahwa jadual imsakiyah yang dikeluarkan Depag itu adalah bid’ah?
Apakah mereka tidak menyadari juga bahwa ini juga urusan pemerintah? Dan apakah mereka juga telah memperingatkan pemerintah ttg hal ini?
Setahu saya, Qiblati telah menyurati Menteri Agama, MUI, Dirjen Binmas Islam, Badan Rukhyat dan Hisab Depag RI. Alhamdulillah Pak Djamaluddin menanggapinya.
Lalu apakah mereka telah melakukan hal yang serupa?
Jadi hendaknya fakta-fakta ilmiah dan scientifik haruslah kita bantah atau buktikan kebenarannya dengan cara-cara ilmiah dan scientifik pula.
Bukan dengan cara menjelek-jelekkan atau menuduh ke sana-kemari. Mengapa tidak kita bersama-sama lakukan observasi lapangan (rukyat) dan baru beropini??
SukaSuka
Assalamualaikum.
Par Guru, ana bingung nih.. ana dpt info hisab itu sangat akurat, errornya hanya sekian detik per berapa tahun gitu (lupa ana). Tapi dalam menentukan terbt fajar shadq ini koq bedanya jauh sekali. Pakai hisab juga kan?
Mohon penjelasan. Kalo penjelasannya panjang mohon diemail aja yah.
Trims, wassalam
SukaSuka
Ass ww,
Yth Pak Ar, pada akhir tulisan, antum membuat kesimpulan fajar terlihat rata2 pada -17 deg. Maka jadwal sholat yg ada dengan kriteria -20 deg dikoreksi 3 deg. Tapi kenapa hasil kalkulasinya menjadi ditambah 20 menit? bukankah 3 x 4 = 12? bukan 20?
Trims, Wassalam ww.
SukaSuka
Terima Kasih, semoga dapat Rahmat Allah. Sragen
SukaSuka
Senang baca koment-2nya.
SukaSuka
Assalamualaikum
Pak AR yg baik, apakah ketika tiga usulan metode dan definisi awal waktu subuh tidak disepakati akan mendapatkan hasil yang berbeda.Misalkan saya memilih usulan no 1(kalau tidak salah sandaran nash nya Q,S 52:49) secara hitung-hitungannya akan menghasilkan sudut minus berapa derajat Pak?
Satu hal lain pak AR. Saya pernah mendengar bahwa kata KHATULISTIWA berasal dari bahasa arab,bila benar mohon bantuan ejaannya.
Wassalam
SukaSuka
asskum… saya ayuk mahasiswa ilmu falak…
saya tertarik sekali dengan hal ini…
akan tetapi dalam beberapa literatur ilmu falak yang pernah saya baca kok tidak pernah membahas masalah ini,,, jadi kalw boleh apakah ada literatur yang membahas mengenai hal ini….. kalwa boleh meemberi tahu, buku apa saja? terimakasih sebelumnya… wss…
SukaSuka
Sy izin ambil infonya ya pak, u dibagi dg temen2.
Kyk nya ini dah prnah di tnykn di kaj ust Muin. ato Bpk yg membr info ya. Mgkn prlu diadakn kaj umum spy msyrkt bnyk jg tahu
SukaSuka
Menambah waktu subuh 15-20 menit, aman buat sholatnya tapi ga aman buat puasanya. Ada yang kerja di Depag? atau RHI? tolong dong di klarifikasi..biar ga bingung
SukaSuka
Sebaiknya tanyakan langsung kpd para Ulama’ yg ahli spy tdk membingungkan ummat, jgn membuat opini atau menvonis salah org lain..
Jgn masing2 pihak merasa paling benar dn menyalahkn yg lain..
Ini masalah besar sehingga yg berbicara harus ulama’ besar..
Ini masalah ummat, jgn diputuskn sepihak..
…
SukaSuka
Assalamu’alaikum… kalo boleh tau, kamera yang digunakan modelnya apa ya? soalnya mata telanjang pun belum tentu bisa melihat hijaunya sawah yang membentang di mlam hari..
SukaSuka
http://www.ziddu.com/downloadlink/7411797/kajianfajarshadiqpakarfisika.pps kok file tidak ada di ziddu…
SukaSuka
Kami baru dengar wacana ini Pak. bolehkah di info-kan untuk daerah Depok dan sekitarnya adakah seseorang yang dapat menemani kami melakukan pengamatan untuk daerah kami? Kami masih sangat awam dan sangat ingin belajar mengenali penampakan fajar dll
SukaSuka
Reblogged this on mukranikendawang's Blog.
SukaSuka
Jadi, subuh kira2 jam berapa ya pak?
SukaSuka
tergantung lokasi dan kriterianya:-)
SukaSuka
Reblogged this on ~CRAZPHILOSOPH~.
SukaSuka
kalo daerah bandung di kurang atw di tambah pa dari jadwal yg bpa share kmrn(1436)
SukaSuka
di RHI Surakarta, sudah dilakukan penyesuaian jadwal waktu subuh kah? Jadinya pake kriteria 17 ato 15 derajat pak?
SukaSuka
UShakan teapat waktu saja sudah cukup http://santrigaul.net/batas-waktu-sholat-subuh/
SukaSuka
Assalamu’alaikum.
Ustad mau memastikan apakah sudah ada keputusan resmi terkait besarnya sudut fajar shodiq dr pihak pemerintah.
saya pernah ditanya oleh bapak saya, beliau kebetulan mendapat amanah terkait jadwal jadwal sholat untuk masjid masjid dan mushola mushola. Bapak meminta saya untuk ngecek di internet terkait besarnya sudut fajar shodiq ini, Karena bersumber dari kitab beliau (kitabnya Kalau tdk salah berbahasa Arab, jd saya kurang faham) besarnya sudut fajar shodiq untuk kawasan timur dunia sktr -15 derajat. sedangkan untuk kawasan Barat dunia sktr -16 – (-17) derajat (afwan jujur saya agak lupa Ustad antara timur baratnya) . sedangkan yang beliau trima dari Depag Surabaya sktr 19, koma berapa ini saya juga agak lupa. beliau Dan tim dapat amanah untuk membuat untuk di share kan untuk wilayah kabupaten ngawi.
Dan ketika saya check di internet kebanyakan sumber menyatakan untuk Indonesia msh memakai -20 derajat. Waktu itu beliau sampe pernah pergi ke tengah sawah untuk memastikan fajar shodiq ini, Dan beliau berkencendrungan pada sumber kitab beliau sekitar -17. Namun karena besarnya derajat yang beliau terima dari Depag Surabaya -19, koma itu TD. akhirnya jadwal yang dibuat oleh Tim pun mengikuti sudut tersebut.
Dan berbekal keraguan tersebut bapak hanya bisa menghimbau untuk menjeda antara sholat Dan Adzan paling gak 10 menitan dengan dalih sambil menunggu jamaah. untuk bener bener memastikan masuknya waktu tanpa mksd mengakhirkan sholat.
maka dari itu saya ingin memastikan apakah besarnya sudut -19,koma sekian tersebut merupakan sdh hasil ijtima yang berdarkan kesepatan dan pengamatan dr pihak pemerintah ? atau pemerintah blm memutuskan secara national terkait sudut tersebut. syukron atas tanggapannya.
SukaSuka
Pemerintah melalui Tim Hisab Rukyat Kemenag RI sudah memutuskan berdasar kesepakatan,sudut Shubuh adalah -20°.
Dalam tataran observasi memang hasil selalu di bawah -20°. Jadi ijtihad menunda iqomah Shubuh minimal 10-15 menit adalah jalan terbaik.
SukaSuka
Ustad AR, bagaimana dengan sholat fajarnya bila ditunda iqomahnya 10-15, apa bisa sholat fajarnya antara 1-10 sudah shah (sudah masuk waktu fajar. syukron
SukaSuka
Bila konsisten dengan penundaan, tentunya Shalat Fajar juga ditunda alias bila belum masuk waktu ya… masih tahajjud itu 🙂
SukaSuka
Assalamualaikum… ternyata ada yang bahas ini… saya gunakan 18 sebagai batas tahajjud/sahur… Mesjid di mushalla daerah saya (FTUI-Depok) iqamah shubuh sekitar 15.5 menit… + ihtiyat dan merapatkan shaf… yang berarti mulai sekitar 16-17 menit, setelah adzan 20 derajat… Itu berarti mulai shalat sekitar -16 paling awal
SukaSuka
Bismillah, Sy sejak oktober 2010 sd subuh tdi slalu mengamati terbit fajar syadiq di Palu sulawesi tengah,membandingkan dg jadwal shalat subuh yg ada blum pernah sama, slalu selisih kira2 20sd25 menit, ini sekedar komentar pengalaman sy 6 thn plototi terbit fajar mulai gelap sd terbit tipis fajar untuk keyakinan sy shalat subuh masuk waktunya,sementara ini hanya untuk saya pribadi,maaf bila tdk sependapat dg siapa saja
SukaSuka
Saya Asep nugraha, dg pengalaman 6 thn mengamati langsung terbit fajar sampai hari ini , sependapat dg bp Fita Maftuhah yg menyampaikan 16- 17 derajat terbit fajar kta bisa mulai shalat fajar ,
SukaSuka
Mohon dishare Jadwal Sholat Excel yg bisa dirubah sudut Shubuh dan Isya
SukaSuka
Di tulisan sudah ada linknya, silakan diunduh 🙂
SukaSuka
Tulisan yang bagus, pemikiran yang baik, dijelaskan dengan sangat baik. Masuk di logika saya, saya cenderung setuju dengan pemikiran bapak. Semoga Allah SWT memudahkan syiarnya jika memang ini benar
SukaSuka
Assalamualaikum pak
Barakallahu fiyk
Jadwal waktu shalatnya tidak bisa kami donlot. Apakah bisa diapdet linknya?
Jazakallahu khairan
SukaSuka
Coba ke email : pakarfalak@gmail.com
SukaSuka