Waktu Shubuh, Perspektif Islam dan Sains

Seminar Waktu Shubuh
Seminar Waktu Shubuh

Waktu Sholat Shubuh menjadi sensitif menjelang memasuki bulan suci Ramadhan. Persoalan yang selama ini seolah adem-adem saja, ternyata bisa menjadi perhatian serius, tidak hanya para ahli di bidangnya namun juga takmir masjid yang sudah terbiasa dengan rutinitas jadwal ‘abadi’.

Beberapa kali persoalan waktu shubuh mengemuka. Paling awal melalui ceramah Syaikh Mamduh dan Ustadz Ahus dari Qiblati di berbagai kesempatan dan daerah.

Kemudian pemberitahuan resmi kepada pihak Pemerintah (Menteri Agama, MUI dan yg terkait), dan muncul tanggapan dari Depag (Kemenag) melalui Prof. Dr. Thomas Djamaluddin sebagai juru bicaranya.

Akhirnya BHR mengadakan Mukernas di Semarang, dan persoalan waktu shubuh masih dianggap belum saatnya dikoreksi. Karena belum ada data yang ilmiah untuk mengoreksinya.

Pernah diadakan sebuah kajian ilmiah mengupas waktu shubuh di PP Al-Mukmin Ngruki, tampil sebagai nara sumber, masing Ustadz Dr. Zain An-Najah dan Drs, Isfihani, M.Ag. dari SATIMUS Surakarta. Persoalan waktu Shubuh dianggap masih pada rilnya sesuai sudut pandang pemerintah.

Perhelatan serupa juga digelar di PP Tebu Ireng, salah satu nara sumbernya Prof. Thomas Djamaluddin. Dan Persoalan waktu Shubuh masih berdiri tegak di tempatnya.

Baru pada 01 Agustus 2010, kedua tokoh kunci persoalan waktu shubuh; Ustadz Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag. selaku Pimpinan Umum Majalah Islam Internasional dan Penulis  buku “Koreksi Awal Waktu Shubuh” bertemu untuk pertama kalinya seumur hidup dalam sejarah dengan Prof. Dr. Thomas Djamaluddin,  di PPMI Assalaam – Solo. Sebuah momen yang sangat langka…. Dan persoalan waktu Shubuh mulai menampakkan sedikit perubahan warnanya. Sebab dalam sessi inti Seminar Prof. Thomas manyatakan, bahwa sebenarnya tugas Astronom itu hanya membantu Ulama menentukan awal waktu sholat.

Diskusi dan tanya jawab berlangsung sangat seru, dan waktu jua yang membatasi. Ada permintaan dari salah satu peserta, agar Prof. Thomas membuktikan kebenaran sudut -20 deg, “mana buktinya..!” kata penanya.

Qiblati juga diminta peserta untuk belajar ilmu astronomi, karena dianggap belum mumpuni ketika harus berbicara menyangkut persoalan waktu sholat dari sisi ilmi astronomi. Khususnya terkait seluk beluk Matahari, saat sunrise dan sunset.

Bahkan ada, peserta yang menyodorkan segenggam foto fajar shadiq, dan dua nara sumber diminta tanggapannya. Prof. Thomas memanfaatkan kesempatan itu karena di foto terlihat jelas fajar shadiq pada sudut sekitar -19 deg. Sementara ustadz Agus, menyatakan bahwa foto itu sudah lama dibahas, dan sang pemilik foto juga ndak tahu menahu ketika dikonfirmasi perihal keterangan Jadwal yang dipakai di foto itu….. aneh juga tapi seru 🙂

Moderator menyimpulkan, bahwa Waktu Shubuh, dalam pandangan Islam dan ilmu Astronomi hakikatnya SAMA. Tinggal persepsi kita yang belum menemukan titik temu. Kita masih harus bersabar…..

Bagi yang berminat memiliki makalah, selengkapnya silahkan…

Download Makalah Seminar

Berikut sebagian foto-foto selama Seminar.

6 tanggapan untuk “Waktu Shubuh, Perspektif Islam dan Sains

  1. wah… bener,,, artikel ini perlu untuk menjadi pertimbangan unutk masalah fajar shodig dan penentuan awal subuhnya. makasih.. 🙂

    Suka

  2. Saya juga datang nih…
    Dan saya cenderung lebih senang dengan pendekatan cara berpikirnya Pak Thomas…

    Ust. Agus terlalu frontal. Apalagi ketika ada klaim, “Yang berhak menentukan waktu shalat itu ulama bukan ahli falak.” Itu pernyataan yang sangat arogan.

    tetapi, Prof. Thomas justru mengamini, ahli falak hanya membantu khan…salam

    Suka

Tinggalkan komentar