Waktu Shubuh, terlalu cepatkah?

Adzan Shubuh
Adzan Shubuh

Ahad, 6 Agustus 2009 diadakan kajian ilmiah dengan tema “Sudahkah Kita Sholat Subuh Tepat pada Waktunya?”. Acara menghadirkan pembicara Syaikh Mamduh Farhan al Buchairi” dari Mekkah Saudi Arabia. Beberapa bulan terakhir memang issu atau wacana soal waktu sholat shubuh, mulai mengemuka, baik dalam diskusi nyata maupu via dunia maya, di web resmi maupun blog dan juga FB serta lainnya. Saya juga sering ditanya, apa dan bagaimana yang harus kita lakukan…?

Dalam kaidah Ushul Fiqh, disebutkan bahwa semua urusan agama pada awalnya Haram, kecuali ada dalil yg memerintahkannya.

Sebaliknya dalam urusan dunia, semuanya Halal, kecuali ada dalil yang melarangnya.

Kaitannya waktu shubuh, maka semua hal harus ada dalil yg memerintahkannya. Perintah sholat shubuh adalah bila saatnya sudah masuk, yakni saat kita melihat fajar shodiq. Fajar yang menandai telah berlalunya waktu malam dan akan masuknya waktu siang.

Bila kesulitan mengatur Jadwal Waktu Sholat, berikut saya bantu lewat MS Excel di:

Download Jadwal Waktu Sholat

1. DUA FAJAR BERBEDA:

Kata kunci untuk waktu sholat shubuh adalah Fajar. Nah, menurut Rasululloh SAW –yang hidup di zaman yang belum secanggih kini pengetahuan astronomi ummat manusia–beliau sudah mewanti-wanti tentang adanya dua jenis fajar.

  1. Fajar Kadzib atau Fajar yang membohongi, alias fajar itu munculnya akan hilang lagi. Bahasa Astronominya Cahaya Zodiak / Zodiacal Light
  2. Fajar Shahih atau Fajar yang benar, karena fajar ini akan berlanjut kepada muncul atau terbitnya sang surya yakni matahari. Bahasa Astronominya Astronomical Twilight.

Berikut gambaran kedua fajar tersebut:

Fajar Kadzib/Zodiacal Light:

Fajar Kadzib atau Zodiacal Light
Fajar Kadzib atau Zodiacal Light

sumber: http://www.cloudbait.com/

Fajar Shadiq/Astronomical Twilight:

Fajar Shadiq yg saya ambil di depan rumah
Fajar Shadiq yg saya ambil dari depan rumah

ICOP beberapa bulan terkahir juga sudah mulai merintis kampanye untuk ‘koreksi’ waktu sholat Shubuh ini melalui IFOC. Bahkan di ICOP, kampanye tidak sebatas waktu sholat Shubuh, namun juga waktu sholat Isyaa’. Waktu Isyaa’ dan Shubuh memang identik. Isyaa’ ditandai dengan posisi matahari sekitar -18°  setelah sunset, sementara Shubuh ditandai dengan posisi matahari sekitar -18° sebelum sunrise.

Pesan terpenting dari IFOC, agar kita jangan gegabah dalam menyampaikan ralat waktu Shubuh, karena akan hal ini akan berdampak terhadap ratusan juta ummat Islam.

Kriteria ketinggian Matahari saat Isyaa dan Shubuh yang selama ini beredar di dunia ada bermacam2:

  1. Kriteria Standar mengambil sudut Isyaa = -18, dan Shubuh = -18°.
  2. Mesir mengambil sudut Isyaa = -17.5°, dan Shubuh = -19.5°.
  3. Masyarakat Islam Amerika Utara, sudut Isyaa = -15°, dan Shubuh = -15°.
  4. Liga Muslim Dunia, Isyaa = – 17°, dan Shubuh = -18°.
  5. Depag RI, Isyaa = -18°, dan Shubuh = -20°.

2. AWAL-AKHIR WAKTU SHOLAT:

Waktu Sholat ditentukan posisi Matahari
Waktu Sholat ditentukan posisi Matahari

Dari sudut pandang Fiqih waktu shalat fardhu seperti dinyatakan di dalam kitab-kitab fiqih adalah sebagi berikut :

Waktu Subuh Waktunya diawali saat Fajar Shadiq sampai matahari terbit (syuruk). Fajar Shadiq ialah terlihatnya cahaya putih yang melintang  mengikut garis lintang ufuk di sebelah Timur akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer. Menjelang pagi hari, fajar ditandai dengan adanya cahaya samar yang menjulang tinggi (vertikal) di horizon Timur yang disebut Fajar Kadzib atau Fajar Semu yang terjadi akibat pantulan cahaya matahari oleh debu partikel antar planet yang terletak antara Bumi dan Mars . Beberapa menit kemudian cahaya ini seolah menyebar di cakrawala secara horizontal, dan inilah dinamakan Fajar Shadiq. Secara astronomis Subuh dimulai saat kedudukan matahari  ( s° ) sebesar 18° di bawah horizon Timur sampai sebelum piringan atas matahari menyentuh horizon yang terlihat (ufuk Mar’i / visible horizon). Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria sudut  s=20° dengan alasan kepekaan mata manusia lebih tinggi saat pagi hari karena perubahan terjadi dari gelap ke terang.

Waktu Zuhur Disebut juga waktu Istiwa (zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa juga dikenal dengan sebutan Tengah Hari (midday/noon). Pada saat Istiwa, mengerjakan ibadah shalat (baik wajib maupun sunnah) adalah haram. Waktu Zuhur tiba sesaat setelah Istiwa, yakni ketika matahari telah condong ke arah Barat. Waktu tengah hari dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan algoritma tertentu. Secara astronomis, waktu Zuhur dimulai ketika tepi piringan matahari telah keluar dari garis zenith, yakni garis yang menghubungkan antara pengamat dengan pusat letak matahari ketika berada di titik tertinggi (Istiwa). Secara teoretis, antara Istiwa dengan masuknya Zuhur ( z° ) membutuhkan waktu 2 menit, dan untuk faktor keamanan biasanya pada jadwal shalat waktu Zuhur adalah 4 menit setelah Istiwa terjadi atau z=1°.

Waktu Ashar Menurut Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali, waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Sementara Madzab Imam Hanafi mendefinisikan waktu Ashar jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Ashar dapat dihitung dengan algoritma tertentu yang menggunakan trigonometri tiga dimensi. Secara astronomis ketinggian matahari saat awal waktu Ashar dapat bervariasi tergantung posisi gerak tahunan matahari/gerak musim. Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria waktu Ashar adalah saat panjang bayangan = panjang benda + panjang bayangan saat istiwa. Dengan demikian besarnya sudut tinggi matahari waktu Ashar ( a° ) bervariasi dari hari ke hari.

Waktu Maghrib Diawali saat matahari terbenam di ufuk sampai hilangnya cahaya merah di langit Barat. Secara astronomis waktu maghrib dimulai saat seluruh piringan  matahari masuk ke horizon  yang terlihat (ufuk Mar’i / visible horizon) sampai waktu Isya yaitu saat kedudukan matahari  sebesar i° di bawah horizon Barat.  Di Indonesia khususnya Departemen Agama menganut kriteria sudut i=18° di bawah horison Barat.

Waktu ‘Isya Diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit Barat, hingga terbitnya Fajar Shiddiq di Langit Timur. Secara astronomis, waktu Isya  merupakan kebalikan dari waktu Subuh yaitu dimulai saat kedudukan matahari  sebesar i° di bawah horizon Barat sampai sebelum posisi matahari sebesar s° di bawah horizon Timur.

3. SOLUSI WAKTU SHUBUH KINI..?

Pertama, Dari FB Pak Thomas Djamaluddin:

Penentuan waktu shubuh diperlukan untuk penentuan awal shaum (puasa) dan shalat. Tentang waktu awal shaum disebutkan dalam Al-Quran, “… makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS 2:187). Sedangkan tentang awal waktu shubuh disebutkan di dalam hadits dari Abdullah bin Umar, “… dan waktu shalat shubuh sejak terbit fajar selama sebelum terbit matahari” (HR Muslim). Fajar yang bagaimana yang dimaksudkan tersebut? Hadits dari Jabir merincinya, “Fajar ada dua macam, pertama yang melarang makan, tetapi membolehkan shalat, yaitu yang terbit melintang di ufuk. Lainnya, fajar yang melarang shalat (shubuh), tetapi membolehkan makan, yaitu fajar seperti ekor srigala” (HR Hakim). Dalam fikih kita mengenalnya sebagai fajar shadiq (benar) dan fajar kidzib (palsu).

Para ulama ahli hisab dahulu sudah merumuskan definisi fajar shadiq dengan kriteria beragam, berdasarkan pengamatan dahulu, berkisar sekitar 17 – 20 derajat. Karena penentuan kriteria fajar tersebut merupakan produk ijtihadiyah, perbedaan seperti itu dianggap wajar saja. Di Indonesia, ijtihad yang digunakan adalah posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk, dengan landasan dalil syar’i dan astronomis yang dianggap kuat. Kriteria tersebut yang kini digunakan Departemen Agama RI untuk jadwal shalat yang beredar di masyarakat.

Lalu fajar shadiq seperti apakah yang dimaksud Rasulullah SAW? Dalam hadits dari Abu Mas’ud Al-Anshari disebutkan, “Rasulullah SAW shalat shubuh saat kelam pada akhir malam, kemudian pada kesempatan lain ketika hari mulai terang. Setelah itu shalat tetap dilakukan pada waktu gelap sampai beliau wafat, tidak pernah lagi pada waktu mulai terang.” (HR Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad yang shahih). Lebih lanjut hadits dari Aisyah, “Perempuan-perempuan mukmin ikut melakukan shalat fajar (shubuh) bersama Nabi SAW dengan menyelubungi badan mereka dengan kain. Setelah shalat mereka kembali ke rumah tanpa dikenal siapapun karena masih gelap.” (HR Jamaah).

Karena saat ini waktu-waktu shalat lebih banyak ditentukan berdasarkan jam, perlu diketahui kriteria astronomisnya yang menjelaskan fenomena fajar dalam dalil syar’i tersebut. Perlu penjelasan fenomena sesungguhnya fajar kidzib dan fajar shadiq. Kemudian perlu batasan kuantitatif yang dapat digunakan dalam formulasi perhitungan untuk diterjemahkan dalam rumus atau algoritma program komputer.

Fajar kidzib memang bukan fajar dalam pemahaman umum, yang secara astronomi disebut cahaya zodiak. Cahaya zodiak disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antarplanet yang tersebar di bidang ekliptika yang tampak di langit melintasi rangkaian zodiak (rangkaian rasi bintang yang tampaknya dilalui matahari). Oleh karenanya fajar kidzib tampak menjulur ke atas seperti ekor srigala, yang arahnya sesuai dengan arah ekliptika. Fajar kidzib muncul sebelum fajar shadiq ketika malam masih gelap.

Fajar shadiq adalah hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel di udara yang melingkupi bumi. Dalam bahasa Al-Quran fenomena itu diibaratkan dengan ungkapan “terang bagimu benang putih dari benang hitam”, yaitu peralihan dari gelap malam (hitam) menunju munculnya cahaya (putih). Dalam bahasa fisika hitam bermakna tidak ada cahaya yang dipancarkan, dan putih bermakna ada cahaya yang dipancarkan. Karena sumber cahaya itu dari matahari dan penghamburnya adalah udara, maka cahaya fajar melintang di sepanjang ufuk (horizon, kaki langit). Itu pertanda akhir malam, menjelang matahari terbit. Semakin matahari mendekati ufuk, semakin terang fajar shadiq. Jadi, batasan yang bisa digunakan adalah jarak matahari di bawah ufuk.

Secara astronomi, fajar (morning twilight) dibagi menjadi tiga: fajar astronomi, fajar nautika, dan fajar sipil. Fajar astronomi didefinisikan sebagai akhir malam, ketika cahaya bintang mulai meredup karena mulai munculnya hamburan cahaya matahari. Biasanya didefinisikan berdasarkan kurva cahaya, fajar astronomi ketika matahari berada sekitar 18 derajat di bawah ufuk. Fajar nautika adalah fajar yang menampakkan ufuk bagi para pelaut, pada saat matahari berada sekitar 12 derajat di bawah ufuk. Fajar sipil adalah fajar yang mulai menampakkan benda-benda di sekitar kita, pada saat matahari berada sekitar 6 derajat.

Fajar apakah sebagai pembatas awal shaum dan shalat shubuh? Dari hadits Aisyah disebutkan bahwa saat para perempuan mukmin pulang dari shalat shubuh berjamaah bersama Nabi SAW, mereka tidak dikenali karena masih gelap. Jadi, fajar shadiq bukanlah fajar sipil karena saat fajar sipil sudah cukup terang. Juga bukan fajar nautika karena seusai shalat pun masih gelap. Kalau demikian, fajar shadiq adalah fajar astronomi, saat akhir malam.

Apakah posisi matahari 18 derajat mutlak untuk fajar astronomi? Definisi posisi matahari ditentukan berdasarkan kurva cahaya langit yang tentunya berdasarkan kondisi rata-rata atmosfer. Dalam kondisi tertentu sangat mungkin fajar sudah muncul sebelum posisi matahari 18 di bawah ufuk, misalnya saat tebal atmosfer bertambah ketika aktivitas matahari meningkat atau saat kondisi komposisi udara tertentu – antara lain kandungan debu yang tinggi – sehingga cahaya matahari mampu dihamburkan oleh lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Akibatnya, walau posisi matahari masih kurang dari 18 derajat di bawah ufuk, cahaya fajar sudah tampak.

Kalau saat ini ada yang berpendapat bahwa waktu shubuh yang tercantum di dalam jadwal shalat dianggap terlalu cepat, hal itu disebabkan oleh dua hal: Pertama, ada yang berpendapat fajar shadiq ditentukan dengan kriteria fajar astronomis pada posisi matahari 18 derajat di bawah ufuk, karena beberapa program jadwal shalat di internet menggunakan kriteria tersebut, dengan perbedaan sekitar 8 menit. Kedua, ada yang berpendapat fajar shadiq bukanlah fajar astronomis, karena seharusnya fajarnya lebih terang, dengan perbedaan sekitar 24 menit. Pendapat seperti itu wajar saja dalam interpretasi ijtihadiyah.

Kedua, Observasi Saya:

Selama ini kita menggunakan jadwal waktu shubuh dengan sudut matahari sebesar -20°. Sudut ini adalah posisi atau letak Matahari di bawah ufuk timur. Sudut sebesar 20° ini adalah ijtihadnya seorang pawang falak dari Sumatera yakni Sa’aduddin Djambek. Selama ini kita belum pernah melakukan penelitian lewat observasi di lapangan.

Meminjam istilah pak Ma’rufin, sudut ini baru kesepakatan, dan hasil kerja keras pak Saadoe’din Djambek dalam memperkenalkan hisab awal waktu shalat. Angka-angka dari pak Djambek kalau mau ditelusuri lebih lanjut berasal dari sudut-sudut Matahari yang diperkenalkan Ibn Yunus di Mesir, pada 10 abad silam.

Ibn Yunus memang sudah memasukkan parameter meteorologis untuk awal waktu Shubuh-nya, namun kita harus melihat bahwa beliau melakukan studinya di Mesir, yang terletak di garis balik utara (GBU) 23,5° LU dan relatif kering (karena punya gurun pasir, meskipun di utara ada Laut Tengah).

Baru belakangan ini, di Indonesia, mulai ramai keinginan orang untuk melakukan Rukyah Fajar Shadiq. Maka mari kita kampanyekan sholat shubuh tepat waktu….Mari Rukyah Fajar …

Namun sebelumnya musti disepakati terlebih dahulu tentang metode dan definisi awal waktu Shubuh. Ada 3 usulan sejauh ini :

1. Awal Shubuh adalah saat bintang-bintang redup (segitiga bintang tertentu, konstelasi bintang tertentu) mulai menghilang –> seperti definisi dari ICOP

2. Awal Shubuh adalah saat terjadinya overlapping antara cahaya zodiak (fajar kadzib) dan cahaya fajar (fajar shadiq) –> usulan dari Pak Ma’rufin (RHI dan BHRD Kebumen)

3.Awal Shubuh adalah saat birunya langit mulai kelihatan, meskipun sedikit, demikian juga dengan bagian terkecil dari horizon timur. (Saya usulkan yang ini….)

Dari usulan pada kriteria no 3 ini, maka berikut:

Koleksi Fajar dari 5 file terakhir di bawah ini, saya rukyah di depan rumah (desa yg minimalis polusi cahaya):

Dari hasil rukyah fajar di atas, terlihat bahwa:

Fajar Shadiq baru mulai terlihat setelah sudut di atas -17°. Sebab kalau masih di sekitar 18°, warna langit masih terlalu gelap.

Jadi, kita sholat shubuh setelah posisi Matahari sekitar 17° di bawah ufuk, atau sekitar 12 menit lebih mundur dari jadwal kini yg memakai -20°.

|(-20°) – (-17°)| = 3° x 4 menit = 12 menit

Hasil riset di Timur Tengah, baik Mesir, Saudi, maupun lainnya menyebutkan angka rata-rata fajar shadiq baru terlihat pada saat matahari di posisi 14,6° di bawah ufuk timur.

Dari hasil riset ini, maka bila kita selama ini menggunakan jadwal waktu sholat berdasar kriteria posisi matahari di bawah ufuk 20° akan ada selisih :

20° – 15° = 5° x 4 menit = 20 menit.

Kalau kita ragu hasil saya yang 17° terhadap hasil yang 14,6°, maka silahkan ambil jalan tengah yakni 15°, atau 16°.

Alasan saya simpel, menurut kaidah fiqih:

1. Kalau kita ragu apakah fajar sudah muncul atau belum, lalu kita sholat, maka sholat kita tidak sah. Dan wajib mengulang.

2. Kalau kita ragu apakah fajar sudah muncul atau belum, lalu kita sahur (untuk puasa), maka sahur kita sah.

Kata Ibnu Abbas ” Kul maa Syakakta hatta yatabayyana laka

Jadwal Waktu Sholat, bisa dibuat menggunakan Accurate Times nya Odeh, dengan setting shubuh dibuat manual yakni 17 degree, atau

Bila kesulitan mengatur Jadwal Waktu Sholat, berikut saya bantu lewat MS Excel di:

Download Jadwal Waktu Sholat

Download Materi Kajian Fajar Shadiq

last update: 8 okt 2009 @ 15:55 WIB

==

Video Soal-Jawab Waktu Shubuh di UNS:

Telaah Waktu Shubuh di Minomartani Ngaglik Sleman DIY:

Wa Alloh a’lam….

last update: 17 Maret 2012 @ 13:08 WIB

71 tanggapan untuk “Waktu Shubuh, terlalu cepatkah?

  1. ust,,,,, sudah kah diadakan penglihatan untuk mengecek dan memastikan secara langsung dengan melihat fajar shodiq? kemudian dibandingkan dengan jadwal yang beredar sekarang. jadi untuk memastikan bahwa jadwal yang ada sekarang itu memang matahari sudah terbit(fajar shodiq) seperti dhohirnya hadits atau belum?

    kampanye IFOC, saya juga ikut gabung. Di depan rumah saya yg persawahan, saya sudah berulang melakukannya. Ikhwan2 di Qiblati, pernah survei di beberapa tempat, antara lain di Banyuwangi. Hasil memang mengarah ke sana. Hanya saya cenderung bersabar, seperti pesan dari IFOC di atas…salam

    Suka

    1. Alhamdulillah dengan tulisan bapak ini dapat menjadi salah satu acuan bagi saya pak.
      Hanya yang agak membingungkan, pada foto yang sudah terlihat biru langit dan jelasnya terlihat gunung disitu bapak memberi judul fajar shodiq (gak tahu itu pada berapa derajat ?) yang menurut anggapan saya foto itu yang menunjukkan waktu masuknya sholat subuh sesuai kriteria bapak. Kemudian bapak sebutkan kesimpulan bahwa di derajat -17 lah terlihat fajar shodiq. Sementara di hasil foto2 bapak derajat -17 itu gambarnya (khususnya gunung) masih gelap malah yang agak jelas adalah di derajat -15 dan -14. Mohon diperjelas kesimpulan dan data yang bapak tampilkan agar sesuai, terimakasih banyak atas perhatiannya, Jazakallahu khairan.

      terima kasih silaturrahimnya.
      1. sampel fajar shadiq yg jelas itu adalah fajar shadiq saja, dan bukan sampel permulaan fajar shadiq. saat itu posisi matahari pada sudut 12°.
      2. sesuai observasi di atas, maka permulaan fajar shadiq itu pada sudut setelah 17°.
      semoga jawaban ini menjadi penjelasan tambahan, jazakumulloh

      salam

      Suka

      1. Maaf ya pak, permulaan fajar bapak sebutkan adalah “setelah” -17, di derajat berapa tepatnya pak ? apakah 16, 15, atau 14.
        Kalau saya perhatikan di -15 derajat baru terlihat adanya bayangan gunung sedangka di 16 dan 17 belum terlihat.
        Mungkin bapak bisa menjelaskan.

        Terimakasih atas tanggapan2 nya pak, Jazakallohu khoiran

        salam,

        1. Saat sudut -18 deg, ada sedikit peluang warna cahaya di ufuk timur. Di poto asli, guratan gunung bisa saya amati bila brightness layar dimaksimalkan.

        2. Dengan cara serupa, pada sudut -17 deg, tampak ufuk menjadi lebih gelap ketimbang sudut -18 deg.

        3. Maka saya berkesimpulan, sudut -17 deg adalah titik kritis. Dan bagi saya, -sementara menunggu tim pemerintah yang insya Alloh akhir Feb 2010 ini akan diagendakan (semoga benar adanya)- sudut -17 deg adalah lebih meyakinkan hati saya (lebih2 saya rukyah sendiri, bukan sekedar teori yg tanpa bukti). Dan ini pula yg saya laukan di desa saya, adalah setelah saya membuktikannya sendiri. Saya minta jadwal sholat di masjid desa untuk menggunakan sudut -17 deg.
        Sekali lagi, pendapat ini sembari menunggu tim pemerintah yang insya Alloh akhir Feb 2010 ini akan diagendakan (semoga benar adanya). Bila hasil tim lebih valid, saya ikuti. Namun bila tim pemerintah juga belum terbentuk, saya tetap pada hasil saya yg -17 deg.

        Tapi sudut -17 deg, khan belum nyata…?
        Saya yakin di sudut itu, dengan berbagai pertimbangan teknis berdasar pengalaman saya rukyah hilal tua di waktu fajar selama sekitar 5 tahun terakhir.

        Lalu apa jadwal pemerintah selama ini salah..?
        Karena jadwal selama ini belum pernah dibuktikan di lapangan, maka saya berani mengambil keputusan demikian.

        Lalu apakah kita menganggap hasil riset ahli falak selama ini tidak tepat..?
        Karena jadwal selama ini belum pernah dibuktikan di lapangan, maka saya berani mengambil keputusan demikian. Jadwal sholat sesuai al-Qur’an adalah fenomena matahari, dan selama puluhan tahun ini, ahli falak kita mestinya bisa membuktikan teorinya; sembari ummat menggunakannya sesuai keputusan pemerintah. Dan, ini belum pernah dilakukan.

        4. Berdasar observasi/rukyah saya kala itu; menggunakan kamera DSLR Canon N Series, saya lakukan sejak sudut sekitar -20 deg, Namun sangat gelap sekali. Hijaunya padi memang terlihat, karena itu adalah efek lampu di jalan yang tidak bisa saya halangi. Namun karena arah sama, maka saya anggap tidak membuat sensor terganggu sekali. Saya telah melakukan rukyah hilal tua (di saat fajar) adalah sejak 5 tahun silam. Dan saya terbiasa melihat kondisi lapangan pada saat rukyah di menjelang pagi itu. Maka dengan adanya info bahwa majalah qiblati telah melakukan observasi fajar, fokus pengamatan saya untuk mengubah objek sangat mudah. Saya sudah punya poto fajar juga sejak 5 tahun silam, di atas baru edisi juli 2009. Sembari menunggu i’tikad serius dari pemerintah. Bagi saya, pemerintah mestinya bangga menerima masukan dari masyarakat. Tanpa harus bersusah payah membentuk tim, tanpa anggaran yang rumit; semangat ummat di lapangan tinggal diberi sentuhan teknis; dan pemerintah tinggal menunggu laporan; merumuskan dan memutuskan. Ummat cerdas, Ummat bersatu. Indonesia menjadi teladanbangsa lain.
        a. Bukankah selama ini ummat telah berpecah soal taqwim hijriayah..?,
        Siapa yg beri’tikad baik melakukan rukyah Hilal di setiap bulannya….
        b. Bukankah selama ini ummat telah berpecah soal arah kiblat..?,
        Siapakah yang beri’tikad baik untuk melakukan sosialisasi dan koreksi setiap saat di lapangan….
        c. Bukankah selama ini ummat telah berpecah soal waktu sholat (shubuh)..? (hanya karena kita belum faham ilmu falak, shg tidak menyadari. Waktu kita tepat jadwal dan serempak, hanya terjadi setiap bulan ramadhan saja)
        Siapa yang beri’tikad baik mengingatkan kriteria fajar adalah syar’i dan bukan astronomi, menggunakan data empiris dan bukan filosofis; praktek dan bukan teori.
        Tengoklah kita,
        …pernah kita melihat hilal tanggal paling tua dan paling muda?
        …pernahkan kita menentukan kiblat sebuah musholla atau masjid?
        …pernahkan kita melihat syafaq menghilang, atau fajar muncul?
        Andai semunya atau salah satu, PERNAH, saya yakin polemik tidak akan menjadi berkepanjangan begini.
        Bagi saya semua ini hal biasa….
        Alloh mencerdaskan kita lewat cara begini.

        Abu Pertiwi yang dimuliakan Alloh, saya bangga pd Bapak; karena berkenan mengunjungi blog saya dan mendiskusikan persoalan serius ini. Lebih2 Bapak sangat kuat keinginannya untuk melakukan observasi di lapangan.

        Hal seperti ini belum saya dengar dari kebanyakan orang. Mestinya, kita dan pemerintah berterima kasih karena diingatkan oleh bangsanya dan ummatnya sendiri, dan kemudian meminta polemik jangan diperpanjang KARENA, ya sekali karena akan segera dibentuk Tim resmi gabungan pakar astro-syar’i, yang akan membuktikan kebenarannya.
        Tetapi yg terjadi sebaliknya, pemerintah terkesan lamban. Ini yg saya ikuti dari wacana selama ini. Bahkan pihak2 tertentu, lebih senang menuangkan ide dan ilmunya untuk membantah koreksi tanpa mengambil niat baik dari sebuah keinginan untuk maju.

        Jujur, saya selalu mencari sekelompok atau pribadi yg mau melakukan rukyah fajar dan mau berbagai hasil observasinya tersebut. Saya senang ada orang yang membantah koreksi waktu shubuh ini dengan fakta empiris dan bukan janji dalam bentuk teori.

        Saya sangat mentang koreksi waktu shubuh bila tanpa bukti dan niat baik melakukan rukyah fajar.
        Karena ada pihak (qiblati) yang beri’tikad baik dan melengkapi niat baik ini dengan amal nyata berupa teori dari sumber yang jelas dan fakta di lapangan berupa hasil observasi, maka secara pribadi saya sangat mendukung koreksi waktu shubuh ini. Sebab, secara ilmiah; kita memang terlena disebabkan kelemahan kita terhadap ilmu falak.
        Ummat Islam ini sejak dulu sampai sekarang masih berpecah dalam menentukan awal bulan, juga arah kiblat. Anehnya ketika waktu sholat juga ternyata menampakkan ketidaksamaan pandangan dalam hal kriteria; seolah perpecahan Ummat menjadi sangat kentara. Perang dalil mencuat. Dan ummat yang memang sudah awam menjadi tambah tidak tercerdaskan.
        Kita sendiri yang malas, kita sendiri yang acuh, kita sendiri yang tidak cerdas.
        Anadi pemerintah menjadikan ilmu falak sebagai pelajaran resmi, ummat akan saling melengkapi data dan menemukan titik temu.
        Andai arah kiblat harus bersertifikat (bahkan di setiap rumah muslim), pasti ummat dengan sendirinya akan terdidik untuk cerdas.
        Namun ini sangat sulit, sebab perang dalil akan selalu dikedepankan. Ini yg terjadi pada perbedaan taqwim hijriyah. Juga kasus arah kiblat, dan kini waktu shubuh.

        Entah, mungkin esok juga akan ada perang dalil tentang Gerhana….!

        salam….

        Suka

      2. Bismillah, Alhamdulillah pak Ar saya sangat terkesan dengan jawaban bapak di bawah (mau balas disitu tapi tidak ada tempatnya), subhanallah semoga Allah Ta’ala membalas bapak dengan kebaikan yang banyak atas tanggapan tersebut. Saya insyaAllah setelah ini akan ikut dengan kesimpulan bapak. Memang dalam waktu dekat ini insyaAllah akan mencoba meru’yah fajar ditempat kami, walaupun saya tdk begitu yakin krn kami ini blm berpengalaman. Semoga pemerintah dan tim ahlinya dapat segera melakukan observasi fajar. Wassalamualaikum.

        insya Alloh, teriring salam ukhuwwah untuk Bapak sekeluarga….salam

        Suka

  2. Alhamdulillah, akhirnya pak AR memposting juga materi ini. Beberapa hari ini saya tunggu..
    Karena pada dasarnya aturan islam mudah dipahami, maka kami juga ingin membuktikannya secara langsung. Kalau berkenan, mungkin pak AR bisa memposting mengenai bagaimana caranya berburu fajar kadzib dan shodiq. Karena pernah sekali kami lakukan di Parangkusumo, gagal total. Karena kami juga menyadari, bahwa di sebelah timur tertutup bukit. Tapi daripada tidak sama sekali.. Tadinya mau ke Borobudur, tapi ternyata baru dibuka jam 5 pagi. Dan kami masih punya rencana, untuk melakukan pengamatan kembali.

    Sampai saat ini, setelah ikut Kajian Syaik Mamduh di Yogyakarta, saya berusaha shalat subuh sekitar 22 menit kemudian dari Jadwal Abadi, bukan RHI. Namun hal tersebut sulit untuk dilakukan di masjid pada saat ramadhan ini. Terakhir saya keliling, mendapatkan masjid yang berselisih sekitar 15 menit (karena telah baca postingan pak AR, jadi berani sholat dan tidak mengulang)

    Ketika saya membaca hasil pemantauan pak AR di postingan Qiblati, bahwa terdapat selisih sekitar 10 – 15 menit dari jadwal, maka hasil tersebut juga saya sampaikan kepada kawan-kawan sebagai acuan toleransi waktu sholat. Kalau tidak mampu menambah 22 menit, paling tidak menambah 15 atau 10 menit. Tetapi yang saya belum tahu, selisih tersebut berdasar jadwal RHI atau jadwal abadi?

    Mohon nasehat pencerahannya. Maturnuwun..

    jawaban sudah via email….salam

    Suka

    1. Assalamu’alaikukm senang sekali berkenalan dengan bapak. maaf sebelumnya saya membaca artikel di halaman ini : http://www.icoproject.org/ifoc.html

      Kiranya ini jadi salah satu rujukan ahli falak dalam menentukan sudut 18 setelah melalui observasi dengan mata telanjang sebelumnya. menurut mereka

      1. Astronomical twillight dan
      2. source of light/ligth polution sources

      Adalah faktor terpenting yang musti diketahui dan dihindari sebelum melakukan observasi

      sebagaimana kalimat di situs tersebut : ” observation must be done from a totally dark site, free from any source of light. So the observation cannot be done from cities, villages or any location close to light pollution sources”.

      kiranya hal ini mendapat tanggapan dari bapak sebagaimana masalah ini jadi ramai di salah satu situs islam. akan tetapi sayang nya situs tersebut tidak menampilkan referensi alamat ini : http://www.icoproject.org/ifoc.html untuk mereka bantah.

      Bahkan situs tersebut terus mendorong setiap orang untuk melakukan observasi pada setiap orang yang tidak setuju dengan cara observasi tim dari situs islam tersebut.

      terakhir adalah tulisan salah seorang yang menghendaki adanya bukti fajar kadzib lantaran hal itu menunjukkan kalau tim situs islam tersbut tidaklah melihat fajar shodiq pada awal munculnya tapi beberapa saat setelah munculnya, lantaran kondisi gelap dalam observasi tim situs islam tersebut tidaklah “kurang” memperhatikan masalah polusi cahaya. padahal di situs http://www.icoproject.org/ifoc.html yang notabene adalah situs ahli falak mereka menemukan sudut 18 setahu saya itu melalui observasi dengan mata telanjang bukan dengan hisab. cuma kriteria gelap tim situs islam tersebut berbeda dengan kriteria gelap di situs http://www.icoproject.org/ifoc.html

      bagaimana menanggapi hal ini?

      saya sudah paparkan di atas, bahwa saya juga gabung IFOC, karena saya salah satu member ICOP (induknya IFOC). Persepsi memang selalu mewarnai pemahaman, dan waktu shubuh adalah salah satu fiqh dalam Islam. Selama itu Fiqh, maka akan ada kata ‘Fiihi Qoulaani’, di sana ada dua pendapat….Wa Alloh a’lam

      Suka

  3. salam ‘alaik, ustadz
    Alhamdulillah antum memposting materi ini, baarokallohu fiik. Semoga melengkapi khazanah ilmiyah kita sekalian sehingga bisa lebih pas dalam me”landingkan” nya.
    Belakangan ini, sebagian saudara2 kita di sekitar wilayah “pertigaan Banjarnegoro” langsung mempraktekkan mengulangi sholat shubuh di rumah setelah berjama’ah di masjid…(konon demikianlah fatwanya ?) kami khawatir akan menambah deret kebingungan & beban ummat yang memang mayoritas belum tahu…
    Kepada ikhwah sekalian yang selalu bersemangat mempraktekkan kebenaran, semoga menjadi kebaikan kita bersama dan memperberat timbangan kebaikan kita disisi Alloh…

    salam ta’dzim
    Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
    Magelang

    jazakalloh silaturrahimnya…ilaa lliqoo pak Agung

    Suka

  4. Aslmkm
    ustadz, bagaimana dengan informasi dalam makalah bahwa Saudi membentuk tim riset selama setahun untuk mengkaji masalah fajar dan hasilnya ditemukan bahwa rata2 fajar shadiq muncul pada 14 – 15 derajat. Apakah info ini valid?

    Benar, survei dari para ahli di Madinah dan Saudi serta Mesir, memang mata normal kita baru bisa melihat fajar shodiq paling cepat sejam sebelum sunrise. Survei saya, memang lebih maju sekitar 10-15 menit; BUKAN 14-15 derajat. Wa Alloh a’lam…
    Salam

    Suka

  5. akhi ana mau tanya:
    1. apakah kondisi atmosfir mempengaruhi munculnya fajar shadiq?
    2. siapakah penemu ilmu astronomi? barat ataukah islam duluan yang kemudian di adopsi oleh ilmuwan barat?
    3.bukankah ulama’ yang bernama al biruni 1000an tahun yang lalu telah berijtihad tentang hal ini bahwa fajar shadiq adalah ketika matahari pada posisi 18 derajart di bawah ufuq?yang saya tanyakan apakah kondisi atmosfir sekarang dengan beberapa ratus tahun yang lalu berbeda sehingga memperlambat munculnya fajar shadiq? berkaitan dengan pertanyaan no. 1
    4. apakah posisi matahari di bawah ufuk berbeda-beda pada saat fajar shadiq sesuai dengan letak geografis suatu wilayah.?
    atas jawabannya saya ucapkan jazakumullah khoiron

    1. Benar, ada pengaruhnya karena seolah dia akanmenutupi mata kita; bahkan juga suhu dan kelembaban udara.
    2. Islam, lalu diadopsi Barat. Setidaknya menurut saya.
    3. Polusi sekarang jelas sangat beda dibanding dulu. Jadi beda sekali
    4. Iya, karena semakin tinggi. lebih cepat melihat sunrise.
    salam…

    Suka

  6. saya kurang setuju kalo tempat lebih tinggi subuh lebih cepat. karena di tawangmangu, adzan subuh yang terdengar sesuai jadwal, ternyata masih gelap banget, karena justru terhalang oleh gunung. memang, di sarangan subuh lebih cepat, tetapi di tawangmangu kan beda.

    Suka

  7. salm kenal mas pakar fisika….
    kebetulan saya mengajar fisika untuk anak2 sekolah

    Coba mas pakar fisika baca majalah qiblati secara lengkap mengenai fajar shodiq… (dimuat dalam 4 edisi kalau tidak salah)

    mungkin agar melengkapi referensi mas pakar fisika

    terima kasih mas Zaki, kebetulan saya sudah langsung diberi oleh panitia, karena saya idzin tidak bisa ikut diskusi bersama syaikh Mamduh Farhan Al-Bukhairi di Solo saat itu…salam

    Suka

    1. Mas AR,
      saya mau tanya yang dimaksud dengan salat subuh itu apakah ketika azan subuh atau pelaksanaan salat subuh. lalu
      kalau saat ini azan subuh jam 04.03 lalu pelaksanaan salatnya / qomatnya 15 menit jadi jam 04.18 itu sudah masuk atau belum atau sebaliknya kalau azannya jam 04. 24 dan qomatnya 15 menit jadi 04.39 itu masuk waktu subuh atau malah salat molor alias kesed.
      maksih atas jawabannya

      Sholat Shubuh adalah pada waktunya, yakni setelah munculnya Fajar Shadiq s/d Terbit Matahari. Mau Adzan dan Iqomah dijeda berapa menitpun, tetap Adzan dan Iqomah itu harus berada di dalam waktu shubuh ini (fajar shadiq – sunrise). Bahkan dalam riwayat disebutkan, kalau kita sholat shubuh dapat satu roka’at, lalu matahari terbit; maka kita dianggap sudah sholat shubuh sempurna dua roka’at dan sah (bukan karena molor atau kesed, lhooo)….
      …salam

      Suka

  8. Jazakallah ustadz.
    Saya memang mencari artikel ini utk komparasi dg QIBLATI.
    Saya mendapatkan penjelasan dr Bapak saya (beliau alumni jur syariah, kerja di DEPAG). Namun memang lebih afdhal saya membacanya langsung.

    Tapi, ust, yg saya bingungkan ustadz tdk sampai pada tahapan justifikasi benar/tdknya jadwal shalat sepanjang masa dr Depag. Gmn Ust?

    Justru yg punya wewenang itu Depag, dan bukan saya, maka saya sekedar berikan fakta, coba usul ke Bapak mas Zulfi….salam

    Suka

  9. Assalamualakum…
    Pak Ust. saya mau tanya….kenapa sebuah negara tidak mau merujuk kepada ulama yg ada di Mekkah untuk menentukan waktu Sholat , Ramadhan, dan Syawal? Sesungguhnya mereka adalah orang2 terpilih yang melindungi tanah haram ….apakah tidak diakui oleh para pakar agama di Indonesia atau gimana pak? Master standar Al-quran juga dari sana…kenapa kita malah menjauhklan diri dari mereka?dan kadang-kadang membuat suatu kegiatan ibadah yg kelihatannya baik didepan manusia, tetapi tidak ada contoh dari Rasulullah?

    itulah mas negara Pancasila, banyak orang pinter tapi belum temtu bener…salam

    Suka

  10. Assalamu’alaikum warahamatullahi wabarakatuh

    Semoga ALLAH ta’alaa memberi balasan yg baik kpd Antum atas usahanya meru’yah fajar. Ada beberapa komentar terhdp postingan Antum:

    1. Kenapa mengusulkan definisi ” Awal Shubuh adalah saat birunya langit mulai kelihatan…”. Fajar lebih mudah dilihat kalo menggunakan Al Baqarah 187, krn birunya langit sangat tergantung kpd lokasi, musim, dan bersih tidaknya atmosfer.
    2. Foto2nya sangat informatif. Tapi ketika menentukan 17 derajat, apakah Antum sudah memasukkan pengaruh lampu2 yg cukup terang di seb timur?? Fotonya kalo diperbesar (sy kebetulan pakai monitor LCD 21″) mengindikasikan fajar shadiq ‘dipercepat’.

    Barakallahu fiik

    jazakalloh silaturrahimnya.
    1. Saya usul, kalau antum berpendapat beda; saya bahagia, artinya usulan itu memang masih sangat dini dan mungkin untuk diedit, akhi…
    2. info alt = 17 dll, saya pakai hisab versi SNP 6, dgn koordinat tempat memotret. Pengaruh lampu, saya pikir tidak begitu besar terhadap citra birunya langit, sebab perbedaan jarak, saat itu lampu sangat jauh, terdetek dari lamanya kamera menyerap cahaya. Kalau benar dipercapat, maka saya tulis waktunya s/d 20 menit yg itu mestinya minus 16 deg.

    Suka

  11. Saya sudah berhasil mengajak jamaah untuk mengikuti arah sesuai jam kiblat. Selanjutnya akan dimusyawarahkan waktu sholat shubuh tepat pada waktunya.

    Suka

  12. Melihat foto yang diambil, saya kurang setuju dengan lokasi observasi yang sudah terkena polusi cahaya, karena itu akan mempengaruhi penglihatan dalam melihat fajar shodiq…

    Jumhur ulama berpendapat bahwa fajar shodiq sudah dianggap ketika awal munculnya sinar fajar shodiq, meski tipis, asal bisa tertangkap dengan mata telanjang, dan itu tidak mengharuskan adanya suasana terang… karena sinar yang diibaratkan benang putih itu awalnya hanya menyinari tempatnya saja, lalu perlahan menyebar hingga matahari terbit… Jadi kriteria saat birunya langit mulai kelihatan sangat tidak sesuai dengan yang diutarakan oleh mayoritas ulama islam, wallohu a’lam…

    Jika pada derajat -18 itu seperti foto yang diposting di atas, maka sebenarnya fajarnya sudah terbit sebelumnya, karena pada foto -18 itu, warna pada sawah sudah terlihat hijau, jika demikian, tentunya sinar fajar sudah menyebar di langit, dan jika sudah menyebar di langit, tentunya tidak bisa dikategorikan benang putih lagi, wallohu a’lam…

    Kita juga harus hati dalam hal penentuan waktu subuh ini, karena menyangkut dua ibadah yang sangat agung, SHOLAT dan PUASA… Jika kita terlalu cepat dalam menentukan waktu fajar shodiq, sholat subuh kita tidak sah… sebaliknya jika kita terlalu lambat dalam menentukan waktu fajar shodiqnya, puasa kita jadi tidak sah… Intinya kita harus benar-benar hati dalam menyikapinya… wallohu a’lam…

    Untuk lebih lanjut, coba anda klik link berikut, minimal sebagai pembanding pendapat kita…

    http://addariny.wordpress.com/2009/09/16/siapa-yg-salah-kaprah-dlm-waktu-shubuh/

    Kurang lebihnya saya mohon maaf… wassalam…

    Jazakalloh Akhi, masukan yg sangat berbobot…salam

    Suka

  13. afwan ustadz,
    jazakumullohu khoir atas segala yang telah disumbangsihkan untuk umat Islam, dan untuk di addariny sangat disayangkan beliau belum pernah melihat sendiri hanya katanya-katanya.. mungkin karena itu abu dahyan menyalah-nyalahkan foto antum dengan argumen-argumen yang benar tapi tanpa fakta di lapangan.. jadi definisi fajarnya sangat jelas, benar tapi belum sempat melihat sendiri.. anehnya ya itu.. menyalahkan yang melihat…
    wal afwu semoga Allah menjaga dan merahmati ustadz… dan semoga tidak menyurutkan langkah ustad untuk meneliti masalah ini.

    jazakalloh akhii, insya Alloh semua diniatkan demi kebaikan bersama…salam

    Suka

  14. lanjutkan penelitian tentang fajar ust ? mari kita hidupkan sunnah sudah lama mati. akan banyak orang yang benar dan sah sholatnya setelah ada penjelasan dari rhi bahwa waktu sholat subuh kita ternyata mendahului waktunya.

    Suka

  15. Assalamu’alaikum
    ust Ar Insya’allah ada tabligh akbar di Sragen tentang fajar bersama Ust Agus Hasan Bashori Pimred Majalah Qiblati Tanggal 4 Oktober 2009 pagi. untuk lebih jelasnya ustad bisa hubungi Panitia +62271703699.
    wassalam

    Jazakalloh infonya Akhiii…salam

    Suka

  16. abu dahyan :
    “Jika pada derajat -18 itu seperti foto yang diposting di atas, maka sebenarnya fajarnya sudah terbit sebelumnya, karena pada foto -18 itu, warna pada sawah sudah terlihat hijau, jika demikian, tentunya sinar fajar sudah menyebar di langit, dan jika sudah menyebar di langit, tentunya tidak bisa dikategorikan benang putih lagi, wallohu a’lam…”

    Bukankah yang diambil itu adalah sudah melewati -18 ? Artinya antara -17? Berikut kutipannya dari Pak AR:
    “Fajar Shadiq baru mulai terlihat setelah sudut di atas -17°. Sebab kalau masih di sekitar 18°, warna langit masih terlalu gelap.”

    Tentang Addariny? Bukankah dia mendasarkan pada pendapat dan fakta di Saudi? Yang jelas pakai kriteria -18? Dan bukan di Indonesia yang -20? Lagi pula di sana iqomahnya hampir 30 menit kemudian.

    Ini adalah keterangan dari USNO bahwa di bawah -18, maka tidak terlihat dan belum muncul cahaya fajar. The U.S. Naval Observatory (USNO) bahkan menegaskan:

    “Astronomical twilight is defined to begin in the morning, and to end in the evening when the center of the Sun is geometrically 18 degrees below the horizon. Before the beginning of astronomical twilight in the morning and after the end of astronomical twilight in the evening the Sun DOES NOT contribute to sky illumination; for a considerable interval after the beginning of morning twilight and before the end of evening twilight, sky illumination is so faint that it is practically IMPERCEPTIBLE.” ( http://www.usno.navy.mil/USNO/astronomical-applications/astronomical-information-center/rise-set-twi-defs )

    Karena memang -18 adalah awal muncul cahaya fajar. Jadi -20? Bener2 sulit dan belum tampak.
    Fakta di lapangan juga menunjukkan seperti itu. Dan di antaranya, saya juga telah membuktikannya berkali-kali.
    Ini juga didukung oleh tulisan DR. T. DJamaluddin :
    “Apakah posisi matahari 18 derajat mutlak untuk fajar astronomi? Definisi posisi matahari ditentukan berdasarkan kurva cahaya langit yang tentunya berdasarkan kondisi rata-rata atmosfer. Dalam kondisi tertentu sangat mungkin fajar sudah muncul sebelum posisi matahari 18 di bawah ufuk, misalnya saat tebal atmosfer bertambah ketika aktivitas matahari meningkat atau saat kondisi komposisi udara tertentu – antara lain kandungan debu yang tinggi – sehingga cahaya matahari mampu dihamburkan oleh lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Akibatnya, walau posisi matahari masih kurang dari 18 derajat di bawah ufuk, cahaya fajar sudah tampak.” (Lihat tulisan Dr. T Djamaluddin di http://t-djamaluddin.spaces.live.com/ )

    Suka

  17. Ternyata pada posisi lebih kecil dari pada (-18°), cahaya fajar belum muncul dan akan sulit terlihat hal ini karena kriteria (-18°) di bawah ufuk adalah ambang batas mulainya penampakan cahaya fajar kecuali bilamana terjadi kondisi tertentu dan oleh sebab tertentu.
    Padahal di Indonesia, kriteria yang digunakan untuk Fajar Shodiq adalah posisi matahari (-20°) di bawah ufuk di mana cahaya fajar semakin sulit terlihat bahkan juga belum muncul. Penetapan kriteria ini jauh lebih dini dan lebih cepat dari pada negara-negara lain di dunia yang menetapkan kriteria Fajar Shadiq pada posisi antara (-18°) hingga (-15°). Akibatnya waktu shalat Shubuh di Indonesia menjadi lebih cepat dan lebih dini antara 8 menit hingga 24 menit dari kriteria Fajar Shadiq yang ditetapkan masyarakat internasional.
    Pernyataan Dr. T. Djamaluddin secara metode perhitungan (hisab) ternyata diperkuat oleh puluhan observasi (rukyat) lapangan, baik dari Qiblati sendiri dan yang selainnya.
    (Hasil sebagian observasi beserta foto-foto dapat dilihat pada: http://id.qiblati.com/forum/id/6 , Majalah Qiblati edisi 08 -12 th IV, edisi 01-02 th V).

    Suka

  18. Kalau ada yang menyalahkan Qiblati, rata-rata koq malah langsung menuduh tanpa ia sendiri berusaha membuktikannya?

    Kalau perkaranya hanya dikatakan ini adalah urusan pemerintah, lalu mengapa mereka (para pembantah itu) justru ikut juga mengkampanyekan bahwa jadual imsakiyah yang dikeluarkan Depag itu adalah bid’ah?

    Apakah mereka tidak menyadari juga bahwa ini juga urusan pemerintah? Dan apakah mereka juga telah memperingatkan pemerintah ttg hal ini?

    Setahu saya, Qiblati telah menyurati Menteri Agama, MUI, Dirjen Binmas Islam, Badan Rukhyat dan Hisab Depag RI. Alhamdulillah Pak Djamaluddin menanggapinya.

    Lalu apakah mereka telah melakukan hal yang serupa?

    Jadi hendaknya fakta-fakta ilmiah dan scientifik haruslah kita bantah atau buktikan kebenarannya dengan cara-cara ilmiah dan scientifik pula.

    Bukan dengan cara menjelek-jelekkan atau menuduh ke sana-kemari. Mengapa tidak kita bersama-sama lakukan observasi lapangan (rukyat) dan baru beropini??

    Suka

  19. Assalamualaikum.
    Par Guru, ana bingung nih.. ana dpt info hisab itu sangat akurat, errornya hanya sekian detik per berapa tahun gitu (lupa ana). Tapi dalam menentukan terbt fajar shadq ini koq bedanya jauh sekali. Pakai hisab juga kan?
    Mohon penjelasan. Kalo penjelasannya panjang mohon diemail aja yah.
    Trims, wassalam

    Letaknya bukan di hisabnya; tetapi pada definisi Fajar Shadiq, yg secara hisab selama ini baru versi Astronomi, ternyata secara fiqh ada perambatan ralat gitu,
    insya Alloh saya email saja….salam

    Suka

  20. Ass ww,
    Yth Pak Ar, pada akhir tulisan, antum membuat kesimpulan fajar terlihat rata2 pada -17 deg. Maka jadwal sholat yg ada dengan kriteria -20 deg dikoreksi 3 deg. Tapi kenapa hasil kalkulasinya menjadi ditambah 20 menit? bukankah 3 x 4 = 12? bukan 20?
    Trims, Wassalam ww.

    wah iya, terima kasih koreksinya. Saya selalu kepikiran hasil riset di Timur Tengah yg rata-rata menunjuk angka 14,6°. Lalu saya anggap 15°. Jadi 20°-15° = 5° x 4 menit = 20 menit. Kalau antum ragu hasil saya, maka silahkan ambil yg 15° itu saja, sebab ragu sholat jadinya ndak sah nantinya…salam

    Suka

  21. Assalamualaikum
    Pak AR yg baik, apakah ketika tiga usulan metode dan definisi awal waktu subuh tidak disepakati akan mendapatkan hasil yang berbeda.Misalkan saya memilih usulan no 1(kalau tidak salah sandaran nash nya Q,S 52:49) secara hitung-hitungannya akan menghasilkan sudut minus berapa derajat Pak?
    Satu hal lain pak AR. Saya pernah mendengar bahwa kata KHATULISTIWA berasal dari bahasa arab,bila benar mohon bantuan ejaannya.
    Wassalam

    1. hasil observasi saya, meski masih ada sedikit polusi cahaya (saya yakin pengaruhnya ndak besar2 banget), ya minus 17 itu fajar baru bisa saya amati.
    2. Khatulistiwa, dari Khoth = garis, Istiwa’ = dari kata Sawa’ artinya SAMA. Istiwa’ berarti membagi sebuah benda menjadi dua bagian yang sama….salam

    Suka

  22. asskum… saya ayuk mahasiswa ilmu falak…
    saya tertarik sekali dengan hal ini…

    akan tetapi dalam beberapa literatur ilmu falak yang pernah saya baca kok tidak pernah membahas masalah ini,,, jadi kalw boleh apakah ada literatur yang membahas mengenai hal ini….. kalwa boleh meemberi tahu, buku apa saja? terimakasih sebelumnya… wss…

    buku atau kitab2 turots tentang fajar atau coba cari majalah Qiblati edisi 1 tahun terakhir dan edisi 8,9,10,11,12 tahun sebelumnya…salam

    Suka

  23. Sy izin ambil infonya ya pak, u dibagi dg temen2.
    Kyk nya ini dah prnah di tnykn di kaj ust Muin. ato Bpk yg membr info ya. Mgkn prlu diadakn kaj umum spy msyrkt bnyk jg tahu

    Suka

  24. Menambah waktu subuh 15-20 menit, aman buat sholatnya tapi ga aman buat puasanya. Ada yang kerja di Depag? atau RHI? tolong dong di klarifikasi..biar ga bingung

    Pak Yugo, terima kasih sarannya.
    Bila waktu diundur 10-15 menit:
    1. aman sholatnya, benar.
    2. ga aman, buat puasanya. Hal ini pak Yugo tidak pas. Ada kaidah fighiyah, bahwa kalau kita ragu fajar, maka sholat itu tidak shah. Tetapi ragu fajar, sahur itu sah. Maka….
    puasa tetap aman, karena kita belum yakin fajar. Toh sampai kini pihak Depag belum pernah membuktikan jadwal shubuhnya lewat penelitian lapangan (rukyah fajar…?)

    Sebagai Koord.. RHI Surakarta, saya sudah melakukan rukyah di atas, (rukyah berikutnya akan kita lakukan lebih akurat), maka saya sarankan kalau mau menunda, ya pakai saja sudut 17 derajat. Bila selama ini memakai sudut 18 derajat, adzan cukup ditunda 4 atau 5 menit. (saya memekai kaidah adanya keraguan)

    salam

    Suka

  25. Sebaiknya tanyakan langsung kpd para Ulama’ yg ahli spy tdk membingungkan ummat, jgn membuat opini atau menvonis salah org lain..

    Jgn masing2 pihak merasa paling benar dn menyalahkn yg lain..

    Ini masalah besar sehingga yg berbicara harus ulama’ besar..

    Ini masalah ummat, jgn diputuskn sepihak..

    terima kasih Ustadz Abdhadrami, setahu kami Ulama sudah disurati, namun lamban reaksinya. Bahkan MUI DIY memberikan jawaban ke Qiblati dengan tanpa data/fakta.
    Kemenag di akhir keputusan hanya merekomendasikan untuk observasi, dan inilah salah satu observasi itu. Observasi lain ada di http://http://id.qiblati.com/forum/ atau http://rukyahfajar.wordpress.com/
    al-afwu minkum….

    Suka

  26. Assalamu’alaikum… kalo boleh tau, kamera yang digunakan modelnya apa ya? soalnya mata telanjang pun belum tentu bisa melihat hijaunya sawah yang membentang di mlam hari..

    Canon Digital SLR EOS Kiss N Series…salam

    Suka

  27. Kami baru dengar wacana ini Pak. bolehkah di info-kan untuk daerah Depok dan sekitarnya adakah seseorang yang dapat menemani kami melakukan pengamatan untuk daerah kami? Kami masih sangat awam dan sangat ingin belajar mengenali penampakan fajar dll

    Suka

  28. kalo daerah bandung di kurang atw di tambah pa dari jadwal yg bpa share kmrn(1436)

    mestinya ditambah,krn jadwal Solo lebih duluan

    Suka

  29. di RHI Surakarta, sudah dilakukan penyesuaian jadwal waktu subuh kah? Jadinya pake kriteria 17 ato 15 derajat pak?

    Versi RHI Surakarta, 18 derajat

    Suka

  30. Assalamu’alaikum.
    Ustad mau memastikan apakah sudah ada keputusan resmi terkait besarnya sudut fajar shodiq dr pihak pemerintah.
    saya pernah ditanya oleh bapak saya, beliau kebetulan mendapat amanah terkait jadwal jadwal sholat untuk masjid masjid dan mushola mushola. Bapak meminta saya untuk ngecek di internet terkait besarnya sudut fajar shodiq ini, Karena bersumber dari kitab beliau (kitabnya Kalau tdk salah berbahasa Arab, jd saya kurang faham) besarnya sudut fajar shodiq untuk kawasan timur dunia sktr -15 derajat. sedangkan untuk kawasan Barat dunia sktr -16 – (-17) derajat (afwan jujur saya agak lupa Ustad antara timur baratnya) . sedangkan yang beliau trima dari Depag Surabaya sktr 19, koma berapa ini saya juga agak lupa. beliau Dan tim dapat amanah untuk membuat untuk di share kan untuk wilayah kabupaten ngawi.

    Dan ketika saya check di internet kebanyakan sumber menyatakan untuk Indonesia msh memakai -20 derajat. Waktu itu beliau sampe pernah pergi ke tengah sawah untuk memastikan fajar shodiq ini, Dan beliau berkencendrungan pada sumber kitab beliau sekitar -17. Namun karena besarnya derajat yang beliau terima dari Depag Surabaya -19, koma itu TD. akhirnya jadwal yang dibuat oleh Tim pun mengikuti sudut tersebut.

    Dan berbekal keraguan tersebut bapak hanya bisa menghimbau untuk menjeda antara sholat Dan Adzan paling gak 10 menitan dengan dalih sambil menunggu jamaah. untuk bener bener memastikan masuknya waktu tanpa mksd mengakhirkan sholat.

    maka dari itu saya ingin memastikan apakah besarnya sudut -19,koma sekian tersebut merupakan sdh hasil ijtima yang berdarkan kesepatan dan pengamatan dr pihak pemerintah ? atau pemerintah blm memutuskan secara national terkait sudut tersebut. syukron atas tanggapannya.

    Suka

    1. Pemerintah melalui Tim Hisab Rukyat Kemenag RI sudah memutuskan berdasar kesepakatan,sudut Shubuh adalah -20°.

      Dalam tataran observasi memang hasil selalu di bawah -20°. Jadi ijtihad menunda iqomah Shubuh minimal 10-15 menit adalah jalan terbaik.

      Suka

  31. Ustad AR, bagaimana dengan sholat fajarnya bila ditunda iqomahnya 10-15, apa bisa sholat fajarnya antara 1-10 sudah shah (sudah masuk waktu fajar. syukron

    Suka

  32. Assalamualaikum… ternyata ada yang bahas ini… saya gunakan 18 sebagai batas tahajjud/sahur… Mesjid di mushalla daerah saya (FTUI-Depok) iqamah shubuh sekitar 15.5 menit… + ihtiyat dan merapatkan shaf… yang berarti mulai sekitar 16-17 menit, setelah adzan 20 derajat… Itu berarti mulai shalat sekitar -16 paling awal

    Suka

  33. Bismillah, Sy sejak oktober 2010 sd subuh tdi slalu mengamati terbit fajar syadiq di Palu sulawesi tengah,membandingkan dg jadwal shalat subuh yg ada blum pernah sama, slalu selisih kira2 20sd25 menit, ini sekedar komentar pengalaman sy 6 thn plototi terbit fajar mulai gelap sd terbit tipis fajar untuk keyakinan sy shalat subuh masuk waktunya,sementara ini hanya untuk saya pribadi,maaf bila tdk sependapat dg siapa saja

    Suka

  34. Saya Asep nugraha, dg pengalaman 6 thn mengamati langsung terbit fajar sampai hari ini , sependapat dg bp Fita Maftuhah yg menyampaikan 16- 17 derajat terbit fajar kta bisa mulai shalat fajar ,

    Suka

  35. Tulisan yang bagus, pemikiran yang baik, dijelaskan dengan sangat baik. Masuk di logika saya, saya cenderung setuju dengan pemikiran bapak. Semoga Allah SWT memudahkan syiarnya jika memang ini benar

    Suka

Tinggalkan komentar